Penetapan Nadiem Makarim sebagai tersangka dan penahanannya dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook sungguh membuat kita terdiam.
Ada semacam ironi yang menyengat, dan kasus ini seperti membeberkan sesuatu yang tadinya kita kira tidak ada. Bukan cuma tentang angka-angka triliunan, melainkan juga tentang citra dan kepercayaan yang tiba-tiba runtuh.
Sejenak kita teringat pada Nadiem yang dulu. Sosok muda yang cerdas, pendiri Gojek, ikon kaum milenial yang masuk ke pemerintahan. Ia datang seolah membawa angin baru, dengan narasi modernisasi dan revolusi digital di bidang pendidikan.
BACA JUGA:Hilang Makna
BACA JUGA:Naik Lagi?
Kita melihatnya sebagai pengecualian, orang yang tak terjamah oleh noda-noda kekuasaan. Kini, ia tersangkut kasus korupsi, yang justru terkait dengan proyek digitalisasi itu sendiri. Sebuah tragedi yang lengkap.
Nadiem seolah menjadi contoh bahwa kekayaan dan nama besar tidak serta-merta menjamin kebalnya seseorang dari godaan. Korupsi memang sebuah penyakit, yang tak peduli siapa Anda, dari mana asal Anda, atau berapa banyak uang yang Anda miliki.
Penyakit itu mengintai di sudut-sudut kekuasaan, dan siapa pun yang tak punya benteng yang kuat bisa dengan mudah terperangkap.
Ini adalah kisah tentang bagaimana gawai, yang dulu menjadi simbol inovasi dan harapan di tangannya, kini menjadi saksi bisu atas kejatuhannya. Sebuah ironi yang menyayat hati, karena yang seharusnya membawa pencerahan justru menjadi sumber kegelapan.
Lalu, apa yang bisa kita pelajari dari kasus ini?
Mungkin kita harus berhenti menaruh harapan berlebihan pada figur-figur tertentu.
Bahwa sistem itu lebih penting dari orang.
Bahwa kekuasaan, sehebat apa pun narasi yang menyertainya, tetap bisa menjadi lubang hitam yang menghisap integritas.
BACA JUGA:Jalan Pintas PBB
BACA JUGA:Maaf, Jalan Ditutup
Kejatuhan Nadiem Makarim bukan hanya kerugian bagi dirinya, tetapi juga bagi optimisme kita. Sebuah catatan pinggir yang menyakitkan.
Seandainya.... seandainya jalan hidupnya tak berbelok ke lorong kekuasaan, mungkin namanya tak tercatat dalam daftar nestapa.
Seandainya tak ada pandemi yang membuka pintu proyek-proyek raksasa, mungkin kisah ini tak pernah ada.
Seandainya.... kita hanya bisa bergumam, menggantungkan kalimat-kalimat yang tak berujung, seperti sebuah dongeng yang berakhir pedih, meratapi pilihan-pilihan yang telah menuntunnya pada senja yang kelam.