Jalan Pintas PBB
--
Pagi ini, seperti biasa, saya membuka gawai dan membaca berita. Di tengah hiruk pikuk politik dan ekonomi global, mata saya tertuju pada satu kabar yang membuat dahi saya berkerut. Ini bukan soal perang dagang atau harga minyak dunia, tapi soal sesuatu yang jauh lebih dekat dengan kita: Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Sejumlah bupati di berbagai daerah tampaknya sedang berlomba-lomba memecahkan rekor kenaikan PBB-P2. Angka-angkanya sungguh membuat kita terperangah. Ada Pati yang heboh dengan kenaikan 250%, Jombang 800%, Kabupaten Semarang 400%, bahkan Cirebon disebut-sebut naik hingga 1000%. Angka-angka ini bukan sekadar statistik, ini adalah cerminan dari sebuah kebijakan yang patut dipertanyakan.
Ini seperti melihat sekelompok bupati yang menemukan jalan pintas paling mudah untuk mendongkrak Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) mereka. Seolah-olah, cara paling gampang untuk mengisi pundi-pundi kas daerah adalah dengan membebankan masalah anggaran ke pundak rakyat.
BACA JUGA:Maaf, Jalan Ditutup
Angka-angka itu membuat kita berpikir, apakah ini jalan pintas yang paling mudah untuk mendongkrak APBD?
Tentu, setiap daerah punya kebutuhan dana untuk pembangunan. Membangun jalan, sekolah, rumah sakit, dan fasilitas publik lainnya. APBD adalah kunci. Namun, cara menaikkan APBD ini rasanya seperti membebankan masalah anggaran ke pundak rakyat.
Rakyat kecil yang sehari-hari sudah berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup, kini harus menghadapi tagihan pajak yang melonjak. Kenaikan PBB yang fantastis ini tidak hanya dirasakan oleh para pengusaha besar, tapi juga oleh pemilik rumah sederhana, bahkan di pedesaan.
Protes dan kegaduhan pun tak terhindarkan. Di media sosial, di warung kopi, hingga di kantor bupati. Rakyat merasa keberatan dan tidak adil.
Ada yang mengatakan kenaikan ini wajar karena sudah lama tidak naik. Ada juga yang membela bahwa kenaikan ini sudah sesuai dengan nilai jual objek pajak (NJOP) yang sebenarnya. Tetapi, seberapa adilkah kenaikan yang langsung melambung ratusan persen?
Menaikkan PBB memang hak pemerintah daerah. Undang-undang memberikan kewenangan itu. Tapi ada hal yang lebih penting dari sekadar kewenangan, yaitu empati dan keadilan.
Pemerintah harusnya memikirkan dampaknya. Apakah rakyat benar-benar mampu membayar? Apakah kenaikan ini tidak justru mematikan roda ekonomi kecil?
BACA JUGA:Beras
Mendongkrak APBD dengan cara ini memang cepat. Tetapi ini adalah cara yang paling mudah, bahkan terlalu mudah, dan terkesan kurang bijak. Masih banyak jalan lain yang bisa ditempuh. Menggali potensi wisata, mengoptimalkan UMKM, atau menarik investor.
Kenaikan PBB yang drastis ini seperti bumerang. Protes masyarakat bisa menjadi bola salju yang semakin besar. Jangan sampai niat baik untuk pembangunan justru menimbulkan kegaduhan dan ketidakpercayaan rakyat.
Pemerintah daerah harus lebih bijak. APBD memang perlu dinaikkan, tapi bukan dengan cara yang menyengsarakan rakyat. Ingat, membangun daerah itu seperti menanam pohon. Butuh kesabaran, bukan jalan pintas.
Sumber:



