Soroti Kebijakan BPHTB dan PBB, Aktivis Datangi Kantor Pemkab Jombang
Komisi B DPRD Jombang saat menggelar audiensi bersama aktivis--
JOMBANG, MEMORANDUM.CO.ID - Forum Rembuk Masyarakat Jombang (FRMJ) menggelar audiensi dengan Pemerintah Kabupaten Jombang untuk menyoroti sejumlah kebijakan yang dinilai memberatkan masyarakat. Audiensi berlangsung di ruang rapat Sekretaris Daerah Jombang dan dihadiri pula oleh Komisi B DPRD Jombang.
Ketua FRMJ, Joko Fattah Rochim, mengatakan pihaknya mempertanyakan dasar pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) serta aturan dalam Perda Nomor 13 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang telah direvisi. Menurutnya, ketentuan tersebut justru menambah beban bagi masyarakat.
BACA JUGA:Seleksi Eselon II Pemkab Jombang Sepi Peminat

Mini Kidi--
“Kami mempertanyakan rumus penentuan nilai jual tidak kena objek pajak BPHTB itu darimana. Untuk jual beli, waris, atau hibah bisa dikenakan BPHTB hingga puluhan juta. Itu sangat memberatkan masyarakat,” ungkapnya.
Joko mencontohkan, dalam beberapa kasus, masyarakat harus membayar BPHTB hingga Rp40 juta hanya untuk satu kali transaksi. Bahkan, pihak penjual dan pembeli sama-sama dikenai pajak. Ia juga menyoroti praktik di lapangan, di mana PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) kerap menawarkan jasa pengurusan BPHTB dengan iming-iming bisa menurunkan nilai pajak.
BACA JUGA:Teken MoU, Pemkab Jombang Perkuat Sinergi Berantas Korupsi
“Seharusnya pemohon berkoordinasi langsung dengan Bapenda, bukan lewat PPAT. Ini bisa jadi celah permainan karena pemohon tidak tahu prosesnya,” tegasnya.
Selain itu, FRMJ juga mempertanyakan kebijakan pembelian pupuk subsidi yang mensyaratkan bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) P2. Menurutnya, aturan ini tidak relevan, apalagi bagi petani penggarap yang lahannya masih atas nama orang lain.
“Kalau tanahnya sewa dan pemilik belum bayar PBB, bagaimana petani bisa beli pupuk? Pupuk dan pajak itu tidak ada hubungannya,” ujarnya.
BACA JUGA:Anggaran Diprediksi Rp2,6 Triliun, DPRD dan Pemkab Jombang Bahas APBD 2026
Dalam kesempatan yang sama, Joko juga menyoroti transparansi pajak dari perusahaan, pabrik, hotel, dan restoran yang menurutnya perlu dijelaskan penggunaannya oleh pemerintah daerah.
FRMJ meminta agar Pemkab Jombang segera melakukan evaluasi terhadap kebijakan BPHTB dan PBB tersebut. Mereka juga memberi tenggat hingga tahun 2026 agar aturan bisa dikembalikan dan diperbaiki.
“Kalau tidak ada realisasi, kami siap turun aksi demo. Untuk saat ini kami masih meminta audiensi untuk kejelasan,” tambahnya.
Sumber:

