Fenomena Fatherless di Indonesia: Realitas Sosial yang Perlu Diperhatikan

Fenomena Fatherless di Indonesia: Realitas Sosial yang Perlu Diperhatikan

-freepik-

MEMORANDUM - Indonesia, negara dengan budaya kekeluargaan yang kental, kini dihadapkan pada realitas sosial yang memprihatinkan: fenomena fatherless.

Fatherless, yang berarti tumbuh tanpa figur ayah,  berdampak luas pada anak-anak dan keluarga. Kemudian, Fatherless bisa menjadi slaah satu penyebab anak-anak tidak ingin menikah.

BACA JUGA:Sejarah Hari Ayah Nasional 12 November di Indonesia 

Faktor Penyebab Fatherless:

 

1. Kemiskinan dan Kesenjangan Ekonomi:

Ketidakmampuan finansial untuk menafkahi keluarga menjadi salah satu faktor utama fatherless. Beban ekonomi yang berat mendorong para ayah untuk pergi merantau, meninggalkan keluarga mereka.

BACA JUGA:Proses Perceraian Rahasia: Kajian atas Gugatan Perceraian yang Diajukan Secara Diam-Diam oleh Istri  

2. KDRT dan Perceraian:

Trauma dan keretakan hubungan keluarga akibat KDRT dan perceraian often leads to fatherless.

BACA JUGA:Tekan Angka Perceraian dan Kekerasan Terhadap Perempuan, Gresik Punya Griya Curhat Keluarga 

3. Kurangnya Edukasi dan Pemahaman tentang Peran Ayah:

Kurangnya pengetahuan dan keterampilan parenting membuat ayah tidak mampu menjalankan perannya dengan baik.

BACA JUGA:Penyandang Skizofrenia: Mematahkan Stigma dan Meraih Mimpi 

4. Budaya Patriarki:

Beban tanggung jawab laki-laki yang berlebihan dalam budaya patriarki mendorong para ayah untuk bekerja keras, sehingga mengabaikan peran mereka dalam keluarga.

BACA JUGA:Stigma Menikah di Usia 25 Tahun: Mitos yang Sudah Usang 

5. Stigma Sosial terhadap Ayah yang Tidak Bertanggung Jawab:

Penghakiman dan diskriminasi terhadap ayah yang tidak bertanggung jawab membuat mereka enggan untuk kembali ke keluarga.

BACA JUGA:Menstruasi dan Kesehatan Mental: Mengatasi Perubahan Emosi dan Stigma yang Terkait 

6. Kemudahan Akses Informasi dan Teknologi:

Paparan konten negatif dan pengaruh media sosial dapat mendorong gaya hidup yang tidak bertanggung jawab, sehingga meningkatkan risiko fatherless.

BACA JUGA:Minim Edukasi Restorative Justice Jadi Stigma Negatif 

Mengatasi fatherless tentu membutuhkan upaya bersama dari berbagai pihak.  Penguatan ketahanan keluarga melalui edukasi dan program sosial yang komprehensif menjadi langkah penting. 

Selain itu, perlu ada peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya peran ayah dalam keluarga.  Dukungan dari pemerintah dan masyarakat, perbaikan sistem hukum dan kebijakan yang berpihak pada anak, serta kampanye dan edukasi tentang pentingnya peran ayah juga diperlukan untuk memutus rantai fatherless. (*)

Sumber: