Catatan Barsama Dahlan Iskan ke Tanah Suci (5) - Antrean ke Roudhah

Catatan Barsama Dahlan Iskan ke Tanah Suci (5) - Antrean ke Roudhah

Raudhah di Masjid Nabawi --

Oleh : Choirul Shodiq

Pagi itu udara di kota Madinah cukup dingin. Begitu keluar dari Hotel, jamaah pria yang akan ke Roudhah langsung disambut dengan hembusan angin, ber suhu sekitar 16 derajat celsius.

Jemaah pria dan wanita, yang ingin ke Roudhah waktunya dibedakan. Jamaah kami harus berangkat dinihari.
Sedang jamaah wanitanya berangkat pukul 09.00.

Angin yang menerpa tubuh di pagi itu, serasa menusuk tulang. Namun itu tidak mengurangi semangat jamaah. Kami harus segera berjalan ke tempat antrian.

Seperti dalam tulisan Abah Dahlan, jamaah yang ke Roudhah, harus mendaftar. Itu berlaku sejak Covid beberapa tahun lalu. Tujuannya agar tertip, dan tidak berjubel.

Jarum jam di tangan saya menunjukan pukul 02.30 dinihari. Belum terdengar adzan pertama.

Jarak masjid, dan hotel sekitar 200 meter. Kalau ada adzan kami pasti dengar.

Bagi jamaah, masih ada kesempatan shalat tahajud, di tempat tunggu. Tempat tunggunya dialasi dengan hamparan hambal tebal.

Sekarang, untuk menuju ke Roudhah, gampang. Seperti yang disebut Abah Dahlan, harus mengantongi surat izin.

Jamaah menyebutnya tasreh, semacam tiket masuk Raudhah. Pihak travel yang menyiapkan.

Sampai di tempat penjagaan, sekitar 50 meter, dari makam Baqi' , tasreh ditunjukkan ke muasasa.

Kita lalu dipersilahkan duduk di tempat tunggu. Petugas kebersihan, sesekali menawarkan air zam zam.

Namun banyak yang menolaknya. Takut menahan kencing. Karena masih harus beberapa waktu lagi menunggunya.

Sambil menunggu,  jamaah ada yang shalat. Ada juga yang bercengkrama dengan sesama.

Saat sebelum covid, ke Raudhah, antrinya lewat beberapa kali penyekat. Sambil berdiri, dan berdesak desakan.

Kala itu, saya hitung ada tiga penyekat, terbuat dari bahan vanil, yang sangat tebal. Sehingga tidak mudah sobek, meski didorong oleh puluhan jamaah

Jamaah yang ada di penyekat ke satu, menunggu jamaah di Roudhah kosong, baru boleh masuk.  Sedang
di penyekat kedua, baru masuk ke penyekat kesatu, menunggu kosong. Dan seterusnya.

Sekarang tidak ada lagi sistem sekat menyekat sambil berdiri dan berdesak desakan.

Begitu Roudhah kosong dari jamaah, kami yang antri dipersilakan masuk, lewat pintu masjid bagian timur. Berjalan atau berlari, menuju karpet hijau, lewat belakang makam Nabi.

Luas areal karpet hijau sekarang ditambah. Jika dulu hanya sebatas rumah Nabi, sampai mimbar.

Sekarang diolor, ditarik gari lurus, dari mimbar, sampai belakang makam Rasululla.

Yang cepat akan kebagian di depan, sebaliknya yang lambat di belakang.

Jamaah yang ingin ke depan, harus pandai bersiasat. Menunggu di depannya dipersilakan keluar.

Saat ada tempat kosong itulah, jamaah di belakannya nerobos masuk. Sebelum dihalau juga, oleh petugas masih diberi kesempatan untuk shalat, dan bedoa.

Yang jadi pertanyaan, apakah keputusan ulama di Arab Saudi memperluasan Roudhah itu sudah tepat.
Apakah juga bisa disebut sebagai makom mustajabah. Karpetnya sekarang juga sudah hijau semua. Wallahualam. (Bersambung)

Sumber: