Silent Majority dan Polarisasi Politik: Antara Keheningan dan Kebisingan

Silent Majority dan Polarisasi Politik: Antara Keheningan dan Kebisingan

Di tengah hiruk pikuk polarisasi politik, terdapat sebuah kelompok yang sering terabaikan: silent majority. -pixabay-

MEMORANDUM - Di tengah hiruk pikuk polarisasi politik, terdapat sebuah kelompok yang sering terabaikan: silent majority.

Mereka adalah orang-orang yang tidak secara vokal menyuarakan pendapat politiknya, memilih untuk tetap diam dan mengamati dari kejauhan.

Keheningan silent majority sering disalahartikan sebagai apatisme atau kepatuhan. Namun, kenyataannya jauh lebih kompleks.

Silent majority terdiri dari berbagai individu dengan beragam alasan untuk tidak terlibat dalam perdebatan politik.

BACA JUGA:Inilah 3 Syarat Capres Menang Satu Putaran di Pilpres 2024

Faktor-faktor yang mempengaruhi Keheningan Silent Majority:

1. Ketakutan akan konfrontasi: Silent majority mungkin takut akan dihakimi, diserang, atau dikucilkan karena pendapat mereka.

2. Ketidakpercayaan terhadap sistem politik: Silent majority mungkin merasa bahwa sistem politik tidak adil atau tidak mewakili mereka.

3. Ketidaktahuan tentang isu politik: Silent majority mungkin tidak memiliki waktu atau sumber daya untuk mempelajari isu politik secara mendalam.

4. Kepercayaan bahwa suara mereka tidak penting: Silent majority mungkin merasa bahwa suara mereka tidak akan membuat perbedaan dalam proses politik.

Dampak Silent Majority pada Polarisasi Politik:

Keheningan silent majority dapat memperparah Polarisasi Politik. Ketika orang-orang yang moderat dan rasional tidak menyuarakan pendapatnya, ruang publik didominasi oleh suara-suara ekstrem.

Hal ini dapat menciptakan ilusi bahwa mayoritas masyarakat memiliki pandangan yang ekstrem, padahal kenyataannya tidak demikian.

Mendorong Silent Majority untuk Berpartisipasi:

1. Menciptakan ruang yang aman dan inklusif untuk diskusi politik.

2. Memberikan informasi yang akurat dan objektif tentang isu politik.

3. Mempromosikan toleransi dan saling menghormati antar individu dengan pandangan yang berbeda.

4. Memberdayakan silent majority untuk terlibat dalam proses demokrasi, seperti pemilu dan advokasi. (mg2)

Sumber: