Muludan, Air Kembang dan Merawat Kecintaan terhadap Nabi Muhammad SAW

Muludan, Air Kembang dan Merawat Kecintaan terhadap Nabi Muhammad SAW

Eko Yudiono wartawan Memorandum.--

Catatan: Eko Yudiono, wartawan Memorandum

Waktu kecil, saya selalu bersemangat ketika ibu memasak untuk acara Muludan (Maulid Nabi Muhammad SAW). Sebab, setiap Muludan, ibu pasti memasak berbagai hidangan istimewa. 

Mulai dari serundeng sapi, ayam hingga olahan bandeng. Semua masakan ini akan disatukan di tempeh (nampan). Tidak ketinggalan tentunya nasi kuning, kering tempe plus krupuk warna-warni.

Nah, krupuk ini dulu justru ada dan populer ketika menjelang Muludan. Selain warna-warni bentuknya juga beraneka ragam.

Ada yang berbentuk bunga hingga seperti rambut yang dikelabang. Karena itu, warga kampung sering menyebutnya sebagai krupuk Muludan.

Elemen yang tidak kalah penting adalah air putih di wadah gelas yang di dalamnya berisi aneka kembang. Wangi. Setelah acara Muludan di Musala, air kembang ini kemudian saya minum.

Bapak bilang agar selamet. Aku sih nurut saja karena untuk keselamatan. Rasa sih agak aneh. Sebab, air putih dicem kembang yang wangi menjadikan airnya terasa aneh.

Namun, lama-kelamaan, aku akhirnya biasa meminum air kembang setiap Muludan tiba. Waktu kecil, saya hanya berfikir simple saja, untuk keselamatan.

Hingga kini, tradisi menyambut Mauludan atau kelahiran Nabi Muhammad SAW masih lestari di kampungku, Bringkang, Menganti, Gresik. 

Namun, setelah dewasa, aku berfikirnya bahwa, air kembang yang aku minum setiap Mauludan bukan hanya untuk keselamatan tapi juga sebagai simbol membasuh dahaga.

Dalam artian, umat Islam diharapkan tidak cepat puas dan selalu dahaga dengan tuntunan serta suri tauladan junjungan Nabi Besar Muhammad SAW.

Perjuangan Rasullullah dalam menegakkan ajaran Islam patut dan harus diteladani di zaman serba canggih seperti saat ini. Tidak hanya setiap Mauludan. 

Tapi diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Merawat kecintaan terhadap Nabi juga seharusnya ditanamkan sedari kecil dan berkesinambungan.

Nah, moment Mauludan menjadi cara tepat untuk itu. Maka ketika Nabi Muhammad lahir  pada Senin 12 Rabiul Awal Tahun Gajah di Kota Makkah, perayaannya harus selalu dilakukan oleh umat Islam demi mencintai dan meneladani sifat-sifat Rassullulah.

Sumber: