Kejati Jatim Akan Limpahkan Kasus Dugaan Korupsi Waduk Unesa ke Kejari Surabaya

Kejati Jatim Akan Limpahkan Kasus Dugaan Korupsi Waduk Unesa ke Kejari Surabaya

Surabaya, memorandum.co.id - Kejaksaan Tinggi Jawa Timur akan segera melimpahkan kasus dugaan tindak pidana korupsi aset Pemkot Surabaya berupa waduk persil 39 di Jalan Raya Babatan–Unesa, ke Kejaksaan Negeri Surabaya. Hal ini setelah Kejati Jatim sudah menerima hasil audit dari BPKP Jatim. "Segera akan kami limpahkan ke Kejari Surabaya," ujar Kasi Penkum Kejati Jatim Windhu Sugiarto SH MH, Senin (7/8/2023). Dalam perkara ini, Kejati Jatim telah menetapkan dua tersangka yaitu SMT (57) dan DLL (72), keduanya warga Wiyung pada Desember 2022 silam. Berdasarkan penghitungan dari penyidik, kerugian negara jika dihitung pada saat waduk ini dijual oleh tersangka pada akhir 2003 adalah Rp 505.000,- per meter persegi dan luas waduk 21.812 meter persegi, maka asumsi kerugian negara saat itu Rp 11.015.060.000,-. Sedangkan berdasarkan pengitungan dari BPKP nilai kerugian juga tidak jauh dari angka tersebut. Tim Penyidik Kejati Jatim juga telah melakukan penyitaan dan pemasangan plang sita terhadap waduk persil 39 Kelurahan Babatan di Jalan Raya Babatan Unesa Kelurahan Babatan, Kecamatan Wiyung Kota Surabaya (SHGB Nomor 4801, SHGB Nomor 4802). Hal ini berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya Kelas 1A Khusus Nomor 98/XII/Pen.Pidsus/2022/PN.Sby tanggal 01 Desember 2022. Mulanya SMT dan tokoh-tokoh warga RW 01 dan RW 02, Kelurahan Babatan pada 2003, tanpa dasar hukum membentuk Panitia Pelepasan Waduk Persil 39 Kelurahan Babatan dan menunjuk SMT, sebagai ketuanya. SMT, selaku ketua kemudian bekerja sama dengan almarhum GT (Lurah Babatan) dan almarhum STN (Sekretaris Kelurahan Babatan) membuat surat-surat keterangan tanah yang isinya tidak benar atau palsu. Antara lain mencatut nama orang yang sesungguhnya bukan pemilik atas setengah waduk sebelah barat seluas 10.100 meter persegi, yang kemudian digunakan untuk membuat akta Perjanjian Ikatan Jual Beli dan Surat Kuasa di kantor Notaris- PPAT antara nama orang yang dicatut tersebut sebagai penjual dengan pembelinya. Uang hasil penjualan setengah waduk sebelah barat tersebut kemudian dibagi-bagikan kepada Lurah Babatan almarhum GK menerima Rp 275 juta; Sekretaris Lurah Babatan almarhum STN menerima Rp 40 juta; SMT menerima Rp 40 juta, dan masing-masing ketua RT menerima Rp 10 juta. Kemudian warga per-kepala keluarga (KK) menerima Rp 2,5 juta. Dengan dasar akta Perjanjian Ikatan Jual Beli dan Surat Kuasa tersebut, selanjutnya pembeli mendaftarkannya ke Kantor BPN Surabaya dan pada 2005 terbit dua sertifikat, yakni SHGB nomor 4801 dan SHGB nomor 4802. Setelah SMT berhasil menjual setengah waduk sebelah barat seluas 11.000 meter persegi, lalu DLL bersama dengan tokoh-tokoh warga RW 01 dan RW 02 membentuk Tim Pengurus Pelepasan Waduk ke-II dengan ketua DLL. Selaku ketua, DLL lalu bekerja sama dengan almarhum Tosan (Ketua LKMD), almarhum GT (Lurah Babatan), dan almarhum STN (Sekretaris Kelurahan Babatan) membuat dan menggunakan surat-surat yang isinya palsu. Pada pokoknya menerangkan bahwa setengah waduk sebelah timur seluas kurang lebih 10.100 meter persegi dulunya merupakan hasil urunan warga RW 01 dan RW 02 KelurahanBabatan pada 1957-1959 karena butuh tempat minum hewan ternak dan untuk mengairi sawah. Oleh karena sudah tidak dibutuhkan lagi untuk tempat minum hewan ternak dan sawah- sawah warga disekitarnya sudah menjadi lahan perumahan, maka warga RW 01 dan RW 02 Kelurahan Babatan meminta kepada Pemkot Surabaya agar waduk tersebut dikembalikan kepada warga. Permintaan DLL tersebut, ditanggapi oleh Asisten Tata Praja almarhum MS dengan mengirim surat jawaban yang isinya menyatakan Pemkot Surabaya tidak keberatan apabila warga meminta kembali waduk tersebut. Dan dengan surat dari Asisten Tata Praja almarhum MS ditambah dengan surat-surat yang dibuat Ketua LKMD dan Lurah Babatan lalu digunakan untuk membuat Akta Pelepasan Hak Disertai Ganti Kerugian oleh DLL kepada pembeli di kantor Notaris/PPAT. Dan sebagai gantinya DLL menerima Rp 2 miliar dari Rp 5 miliar yang diperjanjikan karena Rp 3 miliar digunakan untuk membiayai proses birokrasi pelepasan waduk tersebut yang sedang berjalan. (gus)

Sumber: