Jeblok, Pencegahan Korupsi di Jember Terendah Kedua di Jatim

Jeblok, Pencegahan Korupsi di Jember Terendah Kedua di Jatim

Jember, Memorandum.co.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeluarkan hasil verifikasi kelengkapan dokumen indikator program Monitoring Center For Prevention (MCP) tahun 2022 untuk pemerintah daerah di Jawa Timur. MCP merupakan sebuah aplikasi atau dashboard yang dikembangkan oleh KPK untuk melakukan monitoring capaian kinerja program pencegahan korupsi melalui perbaikan tata kelola pemerintahan yang dilaksanakan pemerintah daerah di seluruh Indonesia. Surat yang diterbitkan KPK Republik Indonesia pada 27 Februari 2023 tersebut menyatakan, Kabupaten Jember berada di urutan 38 dari 39 daerah di Jawa Timur atau ranking ke-2 terbawah. Lembaga anti rasuah ini, memberikan penilaian total 84, 42 untuk Kabupaten Jember dalam melakukan pencegahan tindak pidana korupsi di lingkungan Pemerintah Daerah (Pemda) tersebut. Angka tersebut sangat jauh penilaiannya jika di bandingkan tahun 2021. Pemerintah Kabupaten Jember menepati rangking 6 teratas di Jawa Timur penilaian MCP dari KPK. Menanggapi hal tersebut, Kepala Bagian Inspektorat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jember Ratno C Sembodo menjelaskan penilaian MCP oleh KPK itu dilakukan setahun penuh, sejak bulan Januari hingga desember. "Tetapi ditengah tahun, ada penilaiannya secara luring, dipanggil kepala-kepala daerah, lalu di munculkan MCP di pertengahan tahun. Jadi yang peringkat enam itu, adalah hasil monev pertengahan tahun dari KPK, tetapi hasil akhirnya itu di pertengahan tahun, biasanya seperti itu," ujarnya saat diwawancarai lewat telepon whatsapp, Jum'at (3/3/2023) Ratno mengakui Kabupaten Jember menempati peringkat kedua terbawah di Jawa Timur. Tetapi perlu dilihat, jika penilaian dari 0-100, angka MCP Kota Tembakau adalah 84. "Jadi dari sisi kinerja, bisa dinilai sendirilah, kalau dari 0 hingga 100, kalau kami dapat nilai 84 , itu katagorinya apa, karena ini bicara Jawa Timur, kalau dilevel nasional masih banyak yang angkanya 20, 21, dibawah 30 banyak daerah secara nasional,"dalihnya. Alasan Kabupaten Jember belum berhasil memperoleh angka 90, seperti daerah lain di Jawa Timur. Sebab kata dia, banyak problem yang sangat komplek. "Di daerah lain mereka sudah dapat predikat WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) , pemerintahanya sudah stabil dan problem mendasarnya sudah selesai semua. Sementara kami ada problem yang cukup berat yang tidak bisa diselesaikan dalam waktu setahun," tutur Ratno. Contohnya, lanjut Ratno, KPK minta Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ) secara mandiri. Tentunya, Susunan Organisasi Tata Kelola (SOTK) Pemkab Jember harus berubah. "Kami sudah mendorong untuk membentuk itu, dan Perdanya sudah disahkan, proses pembentukan Perdanya kan juga tidak mungkin bisa bisa dilakukan dalam setahun, Perbub SOTK sudah difasilitasi dan sudah disetujui oleh Gubernur, dan alokasi anggaran sudah disiapkan," Jlentrehnya. Namun ditengah perjalan, Ratno mengungkapkan Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jawa Timur, justru meminta ada revisi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Jember. "Nah, problem seperti ini tidak ada di kabupaten lain, karena sudah diselesaikan lima hingga tujuh tahun lalu. Sementara Jember masih menyisakan masalah seperti itu," ulasnya. "Kami juga meminta KPK untuk meyakinkan Bappeda Prov , bahwa kami sudah melakukan hal itu, tetapi Bappeda Prov kekeh agar ada revisi RPJMD. Problem seperti ini kami tidak mampu menyelesaikan dalam waktu setahun, tetapi itu masuk dalam MCP KPK,"imbuhnya Selain itu juga banyak Peraturan Daerah (Perda) mendasar yang belum juga beres. Seperti Perda Rancana Detail Tata Ruang (RDTR) , Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) dan Perda Bangunan dan aset milik daerah. "Kabupaten lain sudah selesai dengan Perda itu, sementara kami harus menyelesaikan Perda itu bersama DPRD, dan pembuatan Perda tidak cukup setahun dua tahun,"urainya. Selain itu, kata dia, jumlah Sumberdaya Manusia yang sedikit membuat pekerja UKPBJ Pemkab Jember itu 0. Sebab yang ditempatkan di bidang tersebut adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) dari dinas lain, yang dapat tugas tambahan. "Karena rumah-rumahnya belum ada, kan tidak bisa ditarik untuk mutasi, sebab dalam MCP harus ada personil permanen yang bertugas di UKPBJ," katanya. Ratno juga mengaku pasukan di Inspektorat Pemkab Jember juga sangat sedikit. Mengingat pengangkatan CPNS untuk tenaga teknis tahun lalu tidak ada, yang paling banyak hanya untuk guru dan tenaga kesehatan. "Sehingga kami juga kekurangan personel, akibat problem Tata kelola yang tidak mengajukan CPNS, padahal tahun lalu ada moratorium CPNS, tetapi Jember tidak mengajukan, Jadi itu yang membuat MCP kami mentok diangkat 84 itu," bebernya. (edy)

Sumber: