Diduga Sunat BLT hingga Jual Meja Pingpong, Pengurus RW 1 Bulak Diadukan ke Polisi

Diduga Sunat BLT hingga Jual Meja Pingpong, Pengurus RW 1 Bulak Diadukan ke Polisi

Surabaya, memorandum.co.id - Warga Bulak Rukem Timur I, Kelurahan/Kecamatan Bulak, ramai-ramai mengadukan pengurus RW 1 Bulak ke Polres Pelabuhan Tanjung Perak, Kamis (16/2/2023) siang. Achmad Diran, salah satu perwakilan warga mengatakan, Ketua RW 1 Bulak Anang Witono (AW) bersama pengurusnya diduga telah melakukan praktik pungutan liar (pungli) terhadap masyarakat. Pungli tersebut telah dilakukan selama hampir 18 tahun hingga sekarang. “Warga mendesak adanya pergantian kepengurusan RW, tetapi mereka menolak dan malah mendatangkan pengacara untuk menghadapi warga. Ya sudah, kita adukan saja perbuatan mereka selama ini ke polisi,” kata Diran. Empat orang perwakilan warga tampak memasuki ruangan Satreskim. Sedangkan yang lain menunggu di luar. Sedikitnya, ada empat hal yang diadukan warga ke Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Pertama, pemotongan BLT milik warga yang dilakukan oleh AW pada tahun 2020. Saat itu, AW masih menjabat sebagai wakil RW 1 Bulak. Warga yang mengadukan, mengaku memiliki bukti rekaman video dan kesaksian warga terkait kejadian tersebut. “Jadi BLT milik warga miskin itu ditahan, baru bisa dicairkan asal membayar iuran pembangunan balai RW sebesar Rp100 ribu. Secara tidak langsung ini kan dipotong dan termasuk pungli. Padahal balai RW sudah dibangun, seharusnya tidak ada iuran pada saat itu,” ujar Diran. Kedua, pengurus RW 1 disebut telah memperjualbelikan bantuan dari Pemerintah Kota (pemkot) Surabaya. Yakni, sarana prasarana berupa meja pingpong dan gerobak sampah. Diran mengungkapkan, tiga dari empat meja pingpong bantuan pemkot dijual Rp1 juta. Begitu pun 10 gerobak sampah yang masing-masing dibanderol Rp300-500 ribu. Warga mengantongi bukti kwitansi transaksi yang dilakukan. “Yang meja pingpong itu sistemnya dilelang ke RT. Jadi RT mana yang mau mengambil dipersilakan, tetapi dimintai uang Rp1 juta. Gerobak sampah juga begitu. Ada semua bukti kwitansi pembayarannya,” beber dia. Hal ketiga yang diadukan ke unit Tipikor yakni, dugaan manipulasi biaya pengeluaran untuk keperluan konsumsi satgas DSDABM Pemkot Surabaya yang pada saat itu bekerja di lingkungan RW 1 Bulak. “Berdasarkan LPJ pemasukan dan pengeluaran RW 1 Bulak yang dibuat pada tahun 2020-2022, total mengeluarkan biaya Rp 6.145.500 untuk konsumsi satgas PU. Ini membuat warga bertanya-tanya,” cetus Diran. Keempat, pengurus RW 1 kala itu disebut kembali melakukan pungli terhadap warga yang mengurus sertifikat Prona. Padahal menurut Diran, program PTSL gratis dan tidak dipungut biaya. “Warga ditariki Rp100 sampai Rp200 ribu dengan alasan untuk biaya konsumsi dan ucapan terima kasih kepada petugas BPN,” jelasnya. Berangkat dari permasalahan ini, warga akhirnya memutuskan untuk mengadukan pengurus RW 1 Bulak ke polisi. Bahkan tak cukup sampai di situ. Warga juga berencana akan melaporkannya ke pemkot. “Warga datang ke kantor polisi ini untuk mencari keadilan. Karena itu kita berharap, Pak Wali Kota, Pak Wakil Wali Kota, kepolisian, agar bisa membantu menangani permasalahan ini,” tandasnya. Sementara itu, ketua RW 1 Bulak Anang Witono mempersilakan warga untuk mengadu ke polisi. Menurutnya, hal tersebut tak dilarang. Dirinya pun mengaku siap untuk diperiksa. “Sah-sah saja, itu aspirasi warga. Tetapi kalau kita inginnya ya komunikasi yang baik dan adem. Yang terstruktur,” kata Anang. Disinggung soal pemotong BLT warga, Anang memastikan hal tersebut tidak benar. Dia menegaskan, tidak ada pemotongan. Warga penerima BLT menerima penuh. Bahkan sampai kini, Anang mengklaim penyaluran BLT terus berjalan dengan lancar. “Itu tidak benar. Kita tidak memotong. Buktinya sampai sekarang berjalan terus. Warga tidak ada yang protes,” ujarnya. Kendati demikian, Anang tak memungkiri bahwa pada saat itu pihaknya menarik uang iuran pembangunan gedung Balai RW 1 Bulak. Sebab, iuran tersebut wajib. Baik masyarakat mampu maupun yang tidak mampu. “Memang pada saat itu ada iuran wajib Rp100 ribu untuk pembangunan gedung balai RW, makanya mumpung dapat BLT kita imbau untuk bisa dibayar. Toh warga itu kan sudah sering dapat BLT, ada yang dapat empat kali, delapan kali. Kita ingin masyarakat ikut partisipasi untuk membangun kampung,” jelasnya. Anang juga membenarkan adanya pelelangan meja pingpong. Yang kemudian dibeli oleh pengurus RT untuk kebutuhan masyarakat setempat. Namun Anang menyebut, pelelangan itu berdasarkan kesepakatan dan hasil voting. Masing-masing ketua RT setuju. Sedang yang tak setuju, tidak dipaksa ikut lelang. “Saat itu dapat empat meja pingpong dari dispora. Satu ditaruh di balai RW. Nah berhubung ada 10 RT, maka akhirnya karena terbatas dilakukan voting sesuai kesepakatan, lalu dilelangkan,” tuturnya. Yang ambil pada saat itu, kata Anang, di antaranya RT 10, RT 4, dan RT 7. Setiap RT membayar sesuai kesepakatan. Yakni, Rp1 juta. “Uangnya bukan untuk apa-apa, tapi untuk pemasukan (uang kas) balai RW. Kalau mau menuntut masalah ini, ya ke ketua RW pada periode saat itu,” tegasnya. Terpisah, Kasatreskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak AKP Arief Ryzki Wicaksana mengatakan bahwa pihaknya telah menerima aduan warga tersebut. Selanjutnya, pihaknya akan memanggil sejumlah pihak untuk dimintai keterangan. "Nanti kita lakukan penyelidikan. Yang paling awal kita kirim undangan untuk interogasi pihak-pihak terkait," ujar Arief. (bin)

Sumber: