Bapak-Anak Petemon Kongkalikong Cetak Uang Palsu Rp 1 M

Bapak-Anak Petemon Kongkalikong Cetak Uang Palsu Rp 1 M

Surabaya, Memorandum.co.id - Rizky Satria Dirmawan, Sunar dan Eka Dirmawan (berkas terpisah), tiga terdakwa kasus pemalsuan mata uang rupiah Rp 1 miliar kembali disidangkan. Kali ini, persidangan memasuki agenda pemeriksaan para terdakwa tersebut. Dalam keterangannya, Rizky dan Sunar mengaku hanya mendapat perintah dari Eka untuk melakukan tugasnya masing-masing. Rizky mengaku sebagai tukang potong kertas. Sementara Sunar sebagai tukang cetak. "Saya hanya ditugasi untuk memotong hasil cetakan dari Sunar. Seingat saya uang pecahan Rp 100 ribu. Tidak ada insentif. Sehari saya dibayar Rp 100 ribu. Tidak pernah tanya buat apa," kata Rizky saat ditanya Jaka Darwis di ruang Tirta 1, Pengadilan Negeri Surabaya, Senin (12/9). Demikian pula Sunar. Dia menerangkan jika dirinya hanya bekerja tanpa menanyakan untuk apa mencetak uang palsu tersebut. "Saya hanya bekerja saja pak. Ada bahan ada plat ya sudah saya kerjakan. Gaji saya harian. Tidak pernah dapat lebih. Dicetak di lembar kertas HVS. Satu lembarnya penuh desain uang. Tidak ada sisanya," jelas Sunar. Berlanjut kepada pemeriksaan terdakwa Eka. Dihadapan majelis hakim yang diketuai Taufan Mandala Eka membeberkan bahwa dia mendapat order dari Taufan Dirgantara. "Saya dapat order dari Taufan. Dia telepon saya setelah melihat postingan saya di media sosial yang menyediakan percetakan. Pesan cetak uang 1 juta lembar pecahan Rp 100 ribu. Katanya buat sesembahan orang meninggal," bebernya. Untuk satu lembar pecahan uang Rp 100 ribu, Eka mengungkapkan mendapat upah sebesar Rp 39 rupiah. Jadi total dia menerima Rp 39 juta. Pembayarannya uang muka Rp 10 juta. Sisanya saat mengambil barang. "Saya yang desain. Saya terima Rp 39 juta. Setelah saya desain itu tidak langsung jadi. Beberapa kali revisi. Saya disuruh cetak sesuai ukuran dan warna dari uang asli," ungkapnya. Saat disinggung apakah tidak mengetahui jika mencetak uang sesuai ukuran dan warnanya dilarang, Eka terlihat ragu-ragu. "Ya saya orang yang awam hukum. Setahu saya memang salah kalau mencetak uang sesuai ukuran asli dan warnanya hampir sama," ujarnya saat ditanya Hakim Taufan. Meskipun begitu, terdakwa pemilik percetakan di kawasan Jalan Petemon tersebut tetap berdalih bahwa dirinya tidak mencetak uang palsu. Dia ngotot mencetak uang mainan. "Untuk itu mengapa saya mencetak itu saya tulis Bank Mainan dan ada tanda-tanda yang membedakan uang asli sama uang mainan," katanya. Mendapati itu, memantik Jaksa Darwis untuk mengomentari pernyataaan Eka. Jaksa Kejari Surabaya itu menegaskan bahwa uang yang dicetak terdakwa sangat mirip. "Saudara terdakwa. Uang palsu yang anda cetak itu mirip betul. Dari ukuran dan warna. Coba bawa ke pasar malam hari. Pasti diterima uang palsu itu. Dan untuk sesembahan, apa agama dari pemesannya itu, si Taufan ?," tegas jaksa Darwis. Di akhir persidangan, saat ditanya apakah para terdakwa menyesali perbuatannya, ternyata hanya Eka yang mengaku menyesal. Sedangkan Sunar dan Rizky tak merasa menyesal. "Saya menyesal Pak Jaksa. Saya telah melibatkan orang lain dalam perkara ini," tandasnya. (jak)

Sumber: