Kisah Cinta yang Yatim Piatu sejak Balita (3)
Cinta amat bahagia menikmati momen indah dalam hidup yang belum pernah dia rasakan. Dia semakin menenggelamkan mukanya di dada Toni. Tiba-tiba telepon Toni berdering. Nada khusus, Ayat-Ayat Cinta. Mendengar itu, mendadak Toni melepaskan tangannya dan menjauh. Wajahnya pasi. Setelah minta maaf, dia segera pamit sambil menjawab telepon tadi. Cinta mengaku kecewa. Tapi, dia juga maklum karena Toni bukan apa-apa Cinta. Dia hanya satu dari pasangan suami-istri yang membayarku untuk melahirkan anak mereka. Artinya: Toni juragan, Cinta sekadar mesin reproduksi. Tapi entahlah, sejak dokter menanamkan benih Toni dan Nia, perasaan Cinta seperti ingin selalu dekat dengan Toni. Sebaliknya, ada semacam perasaan benci kepada Nia. Ini aneh, karena selama ini Cinta baik-baik saja dengan Nia. Dia malah sudah dianggap sebagai kakak sendiri. Makanya Cinta rela berkorban untuk dia. Kini semua itu seolah terbalik. Rasa benci itu sangat terasa ketika sepekan kemudian Nia datang bersama Toni. Mereka bergandengan mesra melangkah ke arah Cinta. Ada rasa cemburu di sudut dada yang menimbulkan rasa nyeri. Cinta seolah ingin mendorong Nia sampai jatuh ke dasar jurang, lantas menarik Toni ke dadanya. Ke dalam pelukan. Ah… Saat membayangkan itu, mendadak Cinta merasakan elusan di perut Cinta sangat menikmati elusan itu sampai matanya perlahan terpejam. Tangan itu mengusap merata seluruh perut. Dari atas ke bawah, dari kiri ke kenan, kemudian berputar-putar. Ada kehangatan. “Mari kita masuk,” mendadak Cinta tersadarkan suara Nia. Ternyata yang mengelus perutnya bukan Toni, melainkan Nia. Dia membimbing Cinta lembut dan penuh rasa sayang. Tapi, yang dirasakan Cinta setelah sadar justru sebaliknya. Kembali ada niat untuk mendorongnya. Hingga terjatuh ke dasar jurang. Toni hanya diam. Dia berdiri di samping Nia dan memandang lekat-lekat. Cinta merasakan itu. Juga merasakan sangat ingin dielus, tapi terhalang oleh tembok. Di antara mereka seolah terbentang tujuh lapis Tembok China. Mereka kemudian berbincang-bincang di dalam. Tentang banyak hal. Tapi, jujur Cinta tak menikmati pembicaraan itu. Perhatiannya fokus kepada Toni yang tampak gelisah. Sampai akhir kunjungan mereka, Cinta tidak paham satu pun isi pembicaraan. Dan tak peduli. Yang penting bisa mengobati seteguk kerinduannya kepada Toni. Walau hanya mampu memandang. Mereka pun pamit. Tangan kanan Cinta mencoba meraih tangan Toni. Berhasil. Cinta lantas meremas tangan tersebut. Tidak ada penolakan. Cinta bahkan merasa Toni balas meremas tangannya. Erat. Hangat. Cinta merasa ada semangat mengalir di seluruh aliran darah. Tenaganya semakin kuat dan bersemangat. (jos, bersambung)
Sumber: