Sidang Tipu Gelap Rumah Tanah di Gunung Anyar, Nenek di Surabaya Jadi Korban Sindikat Mafia Tanah

Sidang Tipu Gelap Rumah Tanah di Gunung Anyar, Nenek di Surabaya Jadi Korban Sindikat Mafia Tanah

Surabaya, memorandum.co.id - Nasuchah, diduga menjadi korban sindikat mafia tanah. Asetnya berupa sebidang tanah dan rumah di Jalan Gunung Anyar Tengah Nomor 18, Surabaya, harus berpindah tangan kepada Joy Sanjaya Tjwa tanpa menerima uang sepeserpun. Proses peralihan hak tersebut diduga dilakukan oleh terdakwa Yano Octavianus Albert Manopo dan Khilfatil Muna (berkas terpisah). Dalam keterangannya saat dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) I Gede Willy Pramana sebagai saksi dalam persidangan yang digelar di ruang Candra Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Nasuchah menjelaskan, bahwa awal mula kasus ini terjadi saat ia ingin melakukan balik nama sertifikat milik rumahnya. "Sebelumnya, sertifikat itu atas nama almarhum ayah kandung saya, Achiyat, yang saya urus pemecahannya di kantor Notaris Hj Lydia Masitha SH Mkn," jelas Nasuchah didampingi kuasa hukumnya Rahadi SH MH, Senin (17/5/2021). Dijelaskan olehnya, dalam surat keterangan ahli waris yang dibuat Camat Gunung Anyar menjelaskan, bahwa ahli waris Almarhum Achiyat ada 5 orang anak, diakui Nasuchah sertifikat rumah di Gunung Anyar itu dibagi tiga, untuk ketiga orang anak Achyat. Dan salah satu sertifikat tersebut Nasuchah seluas 127m2 dan masih nama ahli waris belum dibaliknama ke atas nama Korban Nasuchah. "Waktu itu saya tidak punya uang untuk mengambil SHM pemecahan di kantor Notaris Lydia. Biayanya sekitar Rp 12,5 juta. Entah bagaimana SHM saya kok bisas balik nama atas nama saya dan kemudian dibalik nama atas nama Joy padahal ahli waris dan saya tidak pernah datang untuk menandatangani akta pembagian hak mewaris yang dibuat notaris Eny Wahyuni, anehnya kok yang mengurus balik namanya Notaris Eny Wahjuni," jelasnya. Kemudian, masih kata Nasuchah, terdakwa Khilfatil yang juga tetangganya itu datang menawarkan bantuan uang biaya balik nama. Hal itu agar sertifikat tersebut bisa dibalik nama menjadi milik Nasuchah. Setelah memberikan uang itu, Khilfatil mengatakan maksudnya akan meminjam sertifikatnya tersebut untuk dijaminkan ke bank. "Bilangnya untuk jaminan di bank dan tambahan modal usahanya. Pinjamnya selama 4 bulan. Kemudian setelah 4 bulan akan ditebus oleh khilaftil di bank, saya dikasih iming-iming imbalan 25 juta," kata Nasuchah saat memberikan keterangan di Pengadilan Negeri Surabaya, Senin (17/5/2021). Lebih lanjut, Nasuchah yang tidak mengira terdakwa Khilfatil mempunyai niat jahat, akhirnya percaya dan tergerak hati untuk mengambil SHM rumahnya dan dibawa ke notaris untuk melakukan pencairan pinjaman pada bank sesuai kata Khilfatil. Setelah sertifikat diserahkan, Nasuchah dan suaminya, Sulhan, diajak berkeliling oleh Khilfatil menggunakan mobil. Selama di perjalanan, tanpa sadar mereka dibujuk oleh Khilfatil agar menandatangani sertifikat itu tanpa mengetahui isinya. "Pokoknya saya disuruh tanda tangan saja. Saya benar benar blank gatau apa apa waktu itu. Supaya modalnya di bank cair," imbuhnya. Saya sempat kaget saat sy mendengar kok dijual belikan, namun khilaftil meyakinkan saya dengan mengatakan itu hanya perumpamaan saja dan kalau ada apa-apa Khilfatil akan menjual rumahnya untuk melunasi hutang pada bank," katanya. Setelah sertifikat tersebut telah ditandatangani, keduanya diajak Khilfatil menuju notaris Eni Wahjuni. Di sana, mereka baru tahu bahwa sertifikat tersebut telah dijual belikan kepada Joy Sanjaya melalui terdakwa Yano Oktavianus Albert, dan bukan di bank seperti yang dikatakan terdakwa Khilfatil. Yano sebelumnya telah bekerjasama dengan Khilfatil perihal penipuan yang dilakukan. Sementara itu, Joy Sanjaya Tjwa dalam keterangannya di hadapan majelis hakim yang diketuai Martin Ginting menerangkan, bahwa ia membeli sertifikat tersebut seharga Rp 400 juta. Tetapi ia tidak pernah bertemu sama sekali dengan pemilik aslinya. Ia mengaku hanya bertemu dengan Yano. Uang itu lalu ditransfer ke Yano, bukan kepada Nasuchah selaku pemilik sertifikat. "Saya tahunya beli ke Yano. Dan saya bayarnya juga ke Yano. Melalui cash. Karena Yano bilang pemilik tanah itu tidak mempunyai rekening bank," ujar Joy. Keterangan Joy tersebut memantik hakim anggota Tatas mempertanyakan keanehan cara jual beli yang dilakukan oleh Joy. Tatas mempertanyakan mengapa Joy tidak melakukan transaksi langsung dengan penjual yakni Nasuchah. Joy berdalih bahwa sejak awal dia hanya bertransaksi hanya dengan terdakwa Yano. Dirinya mengaku jika hanya tanda tangan saja. "Semua yang ngurus Yano. Saya sempat tanyakan siapa pemiliknya. Saya diberitahu Nasuchah pemiliknya. Tapi saya ga pernah ketemu. Yano juga meminta sejumlah uang untuk mengurus sertifikar tersebut," katanya. Sedangkan hakim anggota Johanes Hehamony, juga terpancing untuk mempertanyakan terkait perbedaan kesaksian Joy dengan Akta Jual Beli (AJB). Dalam AJB, tertulis pembelian uang sejumlah 200 juta. "Kemana 200 jutanya ?," tanya majelis hakim. Menurut Joy, terjadi penurunan nilai agar nilai pajaknya tidak terlalu besar. "Kalau gitu, kamu melakukan penggelapan pajak," lanjutnya. Mendapati pertanyaan menohok dari hakim Johanes, Joy terpojok dan tidak bisa menjawab. Ia mengatakan hanya sebagai pembeli. (mg-5/fer)

Sumber: