Pelanggar PPKM di Surabaya Masih Tinggi

Pelanggar PPKM di Surabaya Masih Tinggi

Surabaya, memorandum.co.id - Kepatuhan masyarakat untuk bersama-sama memutus matas rantai Covid-19 masih minim. Buktinya, Instruksi Mendagri nomor 01 tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19, terkesan diabaikan. Dari data di Satpol PP Kota Surabaya, kegiatan pembatasan pemberlakuan kegiatan masyarakat (PPKM) yang baru berjalan kurang lebih seminggu sejak 11 Januari lalu tercatat ada ribuan pelanggar protokol kesehatan (prokes). Seperti yang dikatakan Kasatpol PP Kota Surabaya Eddy Christijanto, bahwa untuk Satpol PP Kota Surabaya sendiri totalnya 446 pelanggar. “Itu total hingga tanggal 13 Januari lalu. Dan baru 100 pelanggar yang sudah membayar denda,” jelasnya, Jumat (15/1). Rinciannya, pada 7 Januari (27 KTP), 8 Januari (64 KTP), 9 Januari (52 KTP), 10 Januari (25 KTP); 11 Januari (26 KTP), 12 Januari (64 KTP), dan 13 Januari (88 KTP). Lanjutnya, jika dijumlahkan dengan 15 OPD yang mempunyai program kegiatan, ditambah dengan data di masing-masing kecamatan.  “Itu baru satpol PP saja. Yang di kecamatan (satpol PP, red) sehari bisa menindak 30 pelanggar. Jadi bisa sampai ribuan pelanggar kalau totalnya,” jelas mantan Kepala BPB Linmas Kota Surabaya ini. Tambahnya, untuk pelanggar prokes kali ini didominasi menciptakan kerumunann dan tidak menjaga jarak. “Kalau kepatuhan masker sudah tinggi. Yang masih banyak adalah menciptakan kerumunan dan tidak jaga jarak,”pungkas Eddy. Sementara itu, Wakil Ketua Komisi A DPRD Kota Surabaya Camelia Habiba mengatakan, kendornya penerapan protokol kesehatan bukan salah masyarakat sepenuhnya. Melainkan kelalaian penyelenggara pemerintahan yang tidak menyosialisasikan terkait PPKM itu sendiri. "Masyarakat tahunya hanya PSBB dan PSBB, nyatanya kan bukan seperti PSBB yang dulu sehingga hari pertama tidak ketat, mereka menganggap tidak ada PSBB," ujar Habiba. Seharusnya, aparatur pemerintahan termasuk camat, lurah, RT, dan RW digerakkan guna menyosialisasikan adanya PPKM. "Sehingga tidak terjadi peristiwa seperti di Ampel, kemarin. Kita sebenarnya tidak menyalahkan aparat ketika menertibkan para peziarah. Hanya saja, kami menyayangkan cara mereka menertibkan kurang humanis saja," ungkapnya. Sebab, peziarah yang melebihi pembatasan waktu tersebut juga tidak memahami PPKM akibat kurangnya sosialisasi pemerintah. Lantaran toko-toko modern masih beroperasi pada pukul 21.00. Politisi perempuan dari Fraksi PKB ini meminta kepada seluruh aparatur pemerintahan dari bawah hingga atas untuk selalu menyosialisasikan kepada masyarakat tentang adanya PPKM hingga 25 Januari mendatang  "Kami berharap masyarakat patuh untuk tidak beraktivitas atau mengurangi kegiatannya dengan tetap di rumah sehingga dapat memutus mata rantai penyebaran Covid-19," pungkas Habiba. (fer/mg-1/udi)

Sumber: