Pandemi Covid-19, Kekerasan Seksual Anak Masih Jadi Ancaman

Pandemi Covid-19, Kekerasan Seksual Anak Masih Jadi Ancaman

Surabaya, memorandum.co.id - Di tengah pandemi Covid-19, ternyata ancaman kekerasan seksual terhadap anak cukup tinggi. Dari data yang ada di Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jatim, bahwa tercatat ada 66 kasus dari 186 kasus. Memang, selama pendemi ini jumlah kasus menurun dibandingka tahun lalu namun secara prosentase mengalami jumlah yang sama. Seperti yang dikatakan Sekretaris LPA Jatim M Isa Ansori, bahwa selama pandemi terjadi peningkatan 100 persen. Dari data yang muncul bahwa kekerasan seksual terhadap anak terjadi di rumah yang semestinya aman bagi anak-anak. “Saat ini mereka belajar di rumah, jika orang tua tidak mendampingi maka mereka bisa belajar di tempat lain misalnya jalan, warung. Sehingga faktor pengawasan orang tua dan pengasuhan di rumah sangat penting,” jelasnya, Rabu (6/1). Kenapa rumah dirasa tidak aman dan bisa terjadi kekerasan seksual terhadap anak, sebab pelaku kebanyakan orang dekat. “Bisa orang tua, ayah tiri, kakak, saudara kandung, orang yang dieknal. Faktor lingkungan, pengasuhan menjadi penting,” jelasnya. Tambah Isa Ansori, LPA Jatim sempat mendorong pemda harus ada semacam sistem perlindungan anak di tingkat rumah tangga (RT), seperti yang ada di kawasan Kebraon, yaitu SPARTA (Sistem Perlindungan Anak Tingkat Rumah Tangga). Di sini ada keterlibatan tingkat terendah dari pemerintahan yaitu RT untuk melakukan perlindungan dan pengawasan terhadap anak. “Misalnya posyandu, tidak hanya sekadar menimbang dan memberikan gizi saja. Tetapi membekali ibu-ibu bagaimana menjaga keluarga sehat dan harmoni, apalagi sekarang di masa pandemi. Ini jika dilakukan secara masif oleh semua pemkab/pemkot maka kekerasan seksual erhadap anak tidak akan terjadi,” tegas Isa Ansori. Lanjutnya, dari tinjauan pelaku dan korban, pada 2019 yang terkategori “pelaku“ meski mereka juga adalah korban sebanyak 567 anak dan sebagai korban langsung sebanyak 408 anak. Di 2020 jumlah korban “pelaku” sebanyak 261 dan sebagai korban langsung 165. “Untuk jenis kekerasan anak tahun ini, tercatat kekerasan seksual 66 kasus, anak berhadapan dnegan hukum (33), fisik (29), psikis (3), hak asuh anak (22), trafficking (13), pendidikan (6), akta kelahiran (nihil), napza (9), pembunuhan (13), dan penelantaran (23),” jelasnya. Tambah Isa Ansori, data 10 kabupaten atau kota di Jatim yang banyak terjadi kekerasan terhadap anak yaitu Surabaya dengan 16 kasus, Mojokerto (18), Gresik (11), Sidoarjo (10), Lumajang (9), Bojonegoro (7), Jember (6), Jombang dan Bangkalan (5), Lamongan/Trenggalek/Probolinggo (6), dan Banyuwangi/Sumenep (2). “Data lokasi kejadian, yang menduduki ranking pertaam di rumah (71 kasus), jalanan (42), tidak disebutkan (10), lahan kosong (11), sekolah (11), lain-lain (rumah kos, tempat ibadah, sawah) sebanyak 20 kasus,” pungkas Isa Ansori. Sementara itu Achmad Roni, pengabdi bantuan hukum LBH Surabaya membenarkan jika kasus kekerasan terhadap anak masih tinggi. Termasuk kekerasan seksual.“Dari tracking pantau di media dan kasus konsultasi kategori anak masih tinggi,” jelasnya. Disinggung soal pelaku kekerasan seksual dari orang dekat, Roni tidak membantahnya. “Iya, juga membuat potensi menjadi besar,” pungkas Roni. (fer/udi)

Sumber: