Penolak Syariat Islam Terjebak Jadi Mualaf Penikmat Syariat (3)

Penolak Syariat Islam Terjebak Jadi Mualaf Penikmat Syariat (3)

Makin Kuat Beriman setelah Dengar Testimoni Ustaz Mualaf

Sejak bergaul dengan tetangga, kemudian terlibat diskusi dengan mereka, wawasan keagamaan Jingmi, terutama soal Islam, bertambah. Dia rupanya sangat tertarik. Buktinya, Jingmi selalu bertanya soal ini dan itu. “Islam agama yang masuk akal. Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan oleh ajalan-ajalan Islam,” kata Jingmi, yang mengaku sering mendatangi Ustaz Azis dan memperdalam pengetahuan agamanya. Itulah fakta yang akhirnya menggiring Jingmi masuk Islam. Bahkan, tidak lama kemudian disusul Aling dan adik mindoan Aling. Anak sepupu ayah. Namanya sebut saja Tia. Tiga tahun terakhir Tia diajak Aling tinggal bersama di Surabaya. Pasca suaminya meninggal dalam kecelakaan kerja di Mojokerto. Tia memiliki seorang anak, sebut saja Joko. Setelah muslim, Jingmi dan Aling yang terkenal darmawan semakin dermawan. “Selain Ustaz Azis, kami lajin buka-buka youtube. Dengel celamah UAS, UAH, Habib Lizieq dll,” kata Jingmi bangga. Diakui Jingmi dan Aling, mereka masuk Islam diam-diam tanpa sepengetahuan orang tua masing-masing. Keluarga besar mereka memang hanya memperbolehkan memeluk dua agama: Budha atau Nasrani. Di luar itu, no way. Islam dilarang keras karena agama ini dinilai sebagai agama teroris. Tukang bunuh dan suka menebar ketakutan di tengah-tengah masyarakat. Makanya, sebelum Aling masuk Islam, Jingmi selalu membuka youtube menjelang ridur dengan headset menempel di kuping. Eee… suatu hari Jingmi mendengarkan sampai tertidur pulas. Aling lantas mencabut headset dari telinga suaminya dan mendengarkan tausiyah Ustaz Adi Hidayat. “Belakangan aku ketahui dari pengakuan dia (Aling, red) bahwa tausiyah itu mengenai poligami dan aturan-aturannya,” kata Jingmi. Tidak terasa Aling mendengarkan hingga tuntas, dua jam 11 menit. “Dia ngakunya nangis sambil melihat wajahku. Dipeluknya aku sambil diciumi,” tambah Jingmi. Waktu itu sudah pukul 02.00 lewat. Jingmi yang terbangun berkat ciuman Aling melihat istrinya itu berlinang air mata. Melihat suami membuka mata, Aling mempererat pelukan. Esoknya, di tengah sarapan, Aling membuka pembicaraan. Soal agama. Soal Islam. Aling mengaku, setelah sekilas mendengar tausiyah UAH, dia tertarik untuk mendalami. Sejak itu mereka menjadikan youtube sebagai sarana untuk memperdalam agama. Hampir semua ustaz mereka dengarkan. Tapi seiring waktu, keduanya fokus pada ustaz-ustaz tertentu. “Kami mencari penguatan keyakinan dari ustaz-ustaz yang mualaf. Ternyata banyak dari golongan kami (nonmuslim, red) yang menjadi mualaf. Ada Yahya Waloni. Ada Munzir Situmorang, Ineke Haryono, Bangun Samudra, dan masih banyak lagi. Mereka rata-rata orang-orang pinter. Ada yang pernah jadi pendeta, pastur, biarawati, penginjil. Dll. Pokoknya cendekia.” Dari merekalah Jingmi dan Aling menimba ilmu soal Islam, yang ternyata sangat jauh dari yang pernah mereka dengar selama ini. “Kami tahunya agama itu dogma. Dipaksa harus percaya. Dalam agama Islam, tidak. Semua masuk akal dan bisa didiskusikan.” Tausiyah-tausiyah itu mereka dengarkan sepanjang waktu. Sambil sarapan, makan siang dan makan malam, serta saat melakukan aktivitas-sktivitas lain di rumah. “Di toko, aku juga suka dengelin meleka,” kata Jingmi. (bersambung)   Penulis : Yuli Setyo Budi Pembaca yang punya kisah menarik dan ingin berbagi pengalaman, silakan menghubungi nomor telepon / WA 0821 3124 22 88 . Bisa secara lisan maupun tulisan. Kisah juga bisa dikirim melalui email [email protected]. Terima kasih      

Sumber: