Tak Kuat Dimadu Muncikari yang Merajai Dunia Malam

Tak Kuat Dimadu Muncikari yang Merajai Dunia Malam

Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya Ningsih sempat membatin: dari mana Jono mampu mencukupi kebutuhan double garden rumah tangganya. Sebab, gaji dari perusahaan relatif kecil. Memang lebih baik di banding saat dia menjadi dosen swasta. Walau begitu, gak kacek akeh. Ningsih dan anak-anaknya sebenarnya berhak protes diperlakukan tidak adil, sebab Yeyen sepertinya tidak pernah berkontribusi untuk keluarga. Setelah melahirkan anak yang dikandungnya, kesibukan Yeyen hanya berhura-hura. Dia dan Jono sering keluar malam dan pulang pagi. Pekerjaan Jono sampai-sampai terbengkalai. Ini tampak dari surat peringatan yang dikirim perusahaan tempat Jono bekerja. Kadang Jono hanya mengantar Yeyen entah ke mana. Dia cepat pulang, semetara Yeyen baru pulang tengah malam atau dini hari. Ketika hal ini ditanyakan Ningsih, Jono menjawab sekenanya, “Itu bukan urusanmu. Urusi urusanmu sendiri.” Begitu kata Jono seperti ditirukan Ningsih. Ningsih sempat mempunyai pikiran buruk soal Yeyen. Jangan-jangan wanita itu terjerumus dunia gelap. Dunia hitam. Ningsih pun melancangkan diri menyelidiki siapa sebenarnya Yeyen. Tak lama, Ningsih mendapat kepastian bahwa Yeyen suka kelayapan di tempat-tempat hiburan malam. Fakta ini ditunjukkan Ningsih dengan mempertontonkan foto Yeyen di depan sebuah karaoke kepada pengacaranya. Tapi, apa reaksi Jono? Dia marah besar dan mengulang perkataannya dengan amat keras, “Ini bukan urusan kamu?” Ningsih terkejut dengan tanggapan tersebut. Dia hampir-hampir tidak bisa menerjemahkan arti tanggapan Jono. Dalam gonjang-ganjing seperti ini, jawaban muncul dari seorang teman kerja Jono. Orang tersebut, sebut saja Toni, mengaku sudah lama ingin menginformasikan sesuatu ke Ningsih, tapi masih ragu. Masalahnya, kala itu dia hanya dapat iformasi tanpa tahu sendiri. Nah, setelah membuktikan kebenaran informasi tersebut, Toni sengaja menemui Ningsih. Intinya, Dia ingin memberitahukan bahwa Yeyen adalah perempuan malam dan terindikasi terlibat prostitusi. Selain dirinya sendiri, Yeyen juga memiliki anak buah. Mereka tersebar di tempat-tempat hiburan dan sewaktu-waktu bisa di-call. Usianya dalam rentang 20-35 tahun. Separuh percaya, Ningsih memutuskan membuktikan sendiri kebenaran informasi itu. Dia sengaja mengajak saudara sepupu prianya untuk blusukan ke tempat-tempat yang dicurigai. Tidak membutuhkan waktu lama, Ningsih sudah mengantongi bukti-bukti tentang sepak terjang Yeyen. Bukti-bukti itu lantas dibuka di depan Jono. Perang kembali pecah, dan ini sudah diperkirakan Ningsih. Saat itulah Jono dengan kasar mengaku sudah tahu semua itu, bahkan sebelum dia menikahi wanita tersebut. Jono bahkan menegaskan dirinya ikut terlibat semua yang dijalani Yeyen. “Lantas, kau pikir uang dari mana untuk membeli barang-barang di rumah ini? Uang dari mana untuk memenuhi kebutuhan anak-anakmu?” aku Jono, yang benar-benar terdengar panas di telinga Ningsih. Kalimat ini tidak akan dapat dilupakan sepanjang hidup. Dia tidak menyangka anaknya dibesarkan dengan uang haram. Ucapan Jono selanjutnya lebih menyakitkan di telinga Ningsih. Jono memersilakan Ningsih keluar dari rumah andai tidak bisa menerima kenyataan ini. Bila perlu, mengajak anak-anak sekalian. Hari itu juga Ningsih mengajak kedua buah hatinya keluar. Karena tidak memiliki kerabat di Surabaya, untuk sementara Ningsih dan anak-anaknya menumpang di rumah teman. “Sekarang kami tinggal di kamar kos. Kecil tapi nyaman di kawasan Jambangan,” aku Ningsih, yang mengatakan nekat mengajukan gugatan cerai demi masa depan anak-anaknya. Dia yakin bisa menapaki hidup dengan kedua anaknya jauh lebih baik dari sekarang. (habis)  

Sumber: