Indon…Indon…Dilarang Masuk

Indon…Indon…Dilarang Masuk

Maaf saya gunakan kata Indon. Saya termasuk yang protes jika ke Malaysia dan dipanggil Indon. Sejak antre di imigrasi, kita memang sering mendengarnya. "Indon," kata petugas sambil menyuruh kita antre. Teman-teman TKI yang sering ngobrol berkerumun ditegur supaya berbaris. Lalu, keluar dari bandara, mungkin Anda akan ditawari taksi, "Indon sila." Sampai di hotel, kita mungkin juga akan mendengarnya lagi. Jika diprotes, mereka mengatakan, "untuk menyingkat saja. Tak menghina. Iya, saya panggil lengkap Indonesia biar awak tak kesal," katanya jika diprotes. Kini, kita dipermalukan lagi oleh negeri jiran. Kali ini, Anda sudah tahu, Malaysia menolak kunjungan WNI ke negerinya (Temporary travel resistance). Alasannya, menurut Ismail Sabri Yaakob, Menteri Pertahanan Malaysia yang mengumumkan di TV, Indonesia termasuk negara yang secara mendadak kenaikan yang terjangkit Covid-19 sangat tinggi. Di atas 180 ribu orang. Dan, kini setiap hari melebihi 3 ribu yang terpapar. Selain Indonesia, yang di-banned oleh Malaysia, juga India dan Filipina dan tambah beberapa negara lagi termasuk AS dan Prancis. Alasannya sama, lonjakan yg terjangkit corona sangat besar. Filipina lebih parah, kini yang terpapar sudah 220 ribu kasus. Tidak usah tersinggung. Begitulah kenyataannya. DKI merah lagi. Surabaya juga setelah sebelumnya sempat oranye. Daerah lain juga mengalami kenaikan. Tapi, Indonesia tetap bertanya alasan Malaysia melarang kunjungan WNI ke negerinya. Dubes Malaysia di Jakarta pun dipanggil dan ditanya perihal itu. "Dubes akan menyampaikan hasil pembicaraan ini ke pemerintah yang ada di Kuala Lumpur," kata Direktur Perlindungan WNI dan badan Hukum Indonesia Ke lu RI Yudha Nugraha kemarin. Harus kita akui bahwa negeri kita memang terasa gamang melawan Covid-19. Meski komandannya sudah dikuati: Erick Thohir dan KASAD, tapi di pihak lain talinya tetap dilonggarkan. Cuti bersama Tahun Baru Hijriah kemarin misalnya, dalam satu pihak, harus diakui membuat denyut nadi pariwisata dan ekonomi menggeliat. Sangat berhasil membuat keramaian di mana-mana. Puncak penuh sesak, Batu Malang macet, Yogya ramai luar biasa. Pariwisata seperti dapat injeksi. Hidup lagi meski hanya hitungan hari. Namun, selalu ada risikonya setelah pelonggaran. Angka kenaikan yang terjangkit naik. Musuh kita ini memang sangat menyukai manusia yang berkerumun, khususnya kerumunan di dalam gedung. Walhasil selalu ada keterkaiatan antara pelonggaran dan pelonjakan. Begitulah yang terjadi sekarang ini. Adalah hak Malaysia untuk melarangnya. Angka pelonjakan kita membuat mereka punya alasan kuat. Sangat bijaksana jika urusan corona ini tidak hanya kita serahkan ke pemerintah. Tapi, setiap individu punya peran masing-masing. Dan, peran terbesar kita adalah tidak menambah daftar yang terpapar. Soal Indon...Indon..? Ini memang tantangan kita. Dulu, orang Malaysia belajar ke Indonesia, kini ganti kita yang belajar ke sana. Tahu sebabnya, mereka banyak mengambil doktor-doktor Indonesia lulusan LN. Mereka sudah inden sebelum lulus dengan segala penawarannya dan fasilitasnya. Itulah kelihaian mereka. Sementara kita, kita masih asyik mengirim TKI ke sana. Padahal, Filipina sudah "naik kelas" dengan mengirim perawat ke berbagai negara. Mereka memang lebih ahli berkomunikasi Bahasa Inggrisnya dibanding TKI kita. Padahal, Malaysia baru Merdeka pada 31 Agustus 1957 lalu dan Singapura lebih muda lagi 9 Agustus 1965 lalu. Mengapa kita bisa disalip? Mengapa kita mau? Ayo kita kejar supaya tak ada lagi sebutan Indon...Indon yang diplesetkan sebagai Indonesian Donkey. Atau yang lebih buruk dari itu. Salam! Ali Murtadlo, Kabar Gembira Indonesia (KGI)

Sumber: