Penghuni Apartemen Puncak Permai Keluhkan Sertifikat dan Parkir
Surabaya, Memorandum.co.id - Perwakilan penghuni apartemen Puncak Permai mendatangi gedung DPRD Surabaya, Selasa (18/8/2020). Mereka mengadukan belum diserahkannya sertifikat kepada para penghuni. Saat ini warga resah lantaran sertifikat yang menjadi hak mereka belum diberikan kepada para penghuni. Ini disampaikan dalam rapat dengar pendapat atau hearing dengan Komisi B DPRD Surabaya. Ketua Komisi C Baktiono mengatakan, penghuni banyak yang belum mendapatkan sertifikat hak milik padahal sudah melakukan pembayaran secara lunas. Jumlah penghuni apatermen Puncak Permai sekitar 2000 jiwa. Baktiono pun menyarankan supaya segera membentuk RT-RW. "Kami ingin kelurahan dan kecamatan turun tangan supaya warga difasilitasi terkait pembentukan kepengurusan RT dan RW. Termasuk peraturan lainnya,” kata Baktiono. Baktiono juga mendapat laporan kalau penghuni diintimidasi oknum tak bertanggung jawab terkait persoalan parkir di apatermen tersebut. Oleh karena itu, pihaknya, minta kepada pihak kecamatan dan satpol PP untuk turun memfasilitasi warga agar bisa menuntaskan persoalan. “Jadi warga menyampaikan intimidasi yang juga mereka mengirimkam video terkait perparkiran yang ada disana jadi mereka mengeluarkan orang-orang tidak dikenal untuk mengintimidasi para pneghuni,” ujarnya. Untuk itu langkah selanjutnya pihak komisi C DPRD Surabaya akan terus mengundang pengembang untuk hadir. Agar warga yang tinggal di Kota Surabaya tetap aman dan tidak terjadi sesuatu yang merisaukan baik warga yang jumlahnya ribuan itu juga ke dampak yang lainnya. “Kami akan mengundang sampai mereka hadir kami tidak mengingkam lembaga perwakilan rakyat nanti tidak di indahkan undangan-undangan yang ada,” cakapnya. Sementara Ketua Paguyuban Penghuni Apartemen Puncak Permai, Oxtalevanus, menjelaskan selain masalah sertifikat, persoalan lain adalah terkait fee parkir. Yang semula perjanjiannya tidak dikenakan biaya parkir akan tetapi di tengah pandemi virus Covid-19 pihak pengelola menetapkan tarif yang dimana penetapnya secara sepihak. “Sebenernya yang paling utama adalah pengelolaan parkir, kami disana keluar masuk itu tarifnya kami sepihak, sebelumnya free, tiba-tiba saat pandemi ini orang kesusahan dikenakan tarif tinggi tentu kami keberatan, bergejeloknya kemarin itu sampai ada diturunin preman sama orang yang tidak kamui kenal, tidak memaki seragam tiba-tiba datang. Ada yang dikiting, ada tangannya yang sampai luka,” jelasnya. Oxtalevanus mengatakan bahwa hal itu sudah terjadi beberapa kali. Tak hanya soal sengketa parkir. Tarif PLN dan PDAM juga dinaikan, tapi kenaikan harus dibatas wajar. “Saya mengerti bahwa rumah susun mencari keuntungan disitu, menaikan tarikan dari PDAM dan PLN dinaikan untuk mencari keuntungan. Tapi kan harus ada batas minimum supaya dibentuk batas minimum dari tarif tersebut,” pungksnya. Sementara dalam hearing yang digelar di ruang rapat paripurna tidak dihadiri pihak pengelolah apatermen. Memoramdum juga sudah berusaha menghubungi nomor telepon pihak pengelola namun panggilan tidak dijawab. (alf)
Sumber: