Pintu Kamar Tak Terkunci, Disambut Amplop Warna Merah

Pintu Kamar Tak Terkunci, Disambut Amplop Warna Merah

Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya Toni dan Nunung kembali menempati rumah sendiri di Sidoarjo. Dua hari kemudian mereka balik untuk mengambil barang-barang yang tidak sempat dibawa. Keduanya kaget. Mereka menemukan ibunya tergeletak di samping meja makan. Tangan kirinya mencengkeram boneka Barbie, sementara tangan kanannya erat berpegangan pada bibir meja. Kenyataan ini menambah keyakinan Toni bahwa Prayitno bersekutu dengan setan. Yang tak bisa masuk nalarnya, betapa ayah mertuanya tersebut tega mengorbankan orang-orang terdekatnya sebagai tumbal. Pertama yang ditumbalkan adalah anaknya sendiri, Nia, adik Nunung. Kedua entah dan seterusnya, para TKW setelah sebelumnya dinikahi secara siri. Terbaru, istri sendiri yang juga ibu Nunung. “Selanjutnya siapa lagi?” batin Toni. “Jangan-jangan Nunung. Atau malah saya sendiri?” Pertanyaan ini sempat menyiksa batin Toni. Amat menyiksa. Di sisi lain, dia belum tega menceritakan dugaan-dugaan negatinya kepada Nunung. Terutama, hasil pertemuannya dengan paranormal di Tandes atau hasil konsultasi dengan guru ngaji. Tapi, itu tak bertahan telalu lama. Karena sudah tidak kuat lagi memendam sendiri rahasia ini, Toni menceritakan apa yang sesungguhnya terjadi kepada istrinya. Nunung merespons isformasi dari suaminya hanya dengan mulut melongo. Tanpa kata. Tanpa suara. Setelah bersepakat, Toni dan Nunung akhirnya bertekad untuk memusnahkan benda-benda aneh di kamar ayahnya. Seluruhnya. Tanpa sisa. Toni bahkan ingin membakarnya hingga semuanya ludes-des-des-des… menjadi abu. Pada hari yang ditentukan, setelah diyakini ayahnya tidak ada di rumah, Toni dan Nunung bergegas menuju ke sana. Pas. Rumah dalam kondisi sepi. Tidak ada tanda-tanda kehidupan. Toni lantas membuka pintu utama, yang kebetulan duplikatnya masih dia simpan. Mereka dengan mudah masuk dan menyisir semua sudut. Sofa dari rotan tempat ibunya biasa menghabiskan waktu semasa hidup teronggok di sudut ruang makan. Melewati kamar mandi yang selalu tampak wingit, mereka akhirnya sampai di kamar bagian belakang. Kamar kerja Prayitno. Sebelum berputar untuk masuk melalui plafon, Toni mencoba-coba mendorong pintunya. Ternyata tidak dikunci. Mereka masuk dengan mudah. Di atas meja tepat di balik pintu, terdapat sebuah amplop berwarna merah. Mirip amplop angpo Imlek. Ada tulisan di satu sisinya. “Untuk Toni dan Nunung.” Nunung membukanya. Isinya sebuah pesan. Begini isinya: Aku tahu kalian pasti ke sini dan ingin memusnahkan isi kamar ini. Tak usah repot-repot. Ayah sudah memindahkannya. Jangan cari Ayah. Percuma. Toni dan Nunung saling pandang setelah menemukan kenyataan kamar tersebut memang sudah kosong. Melompong. Hanya ada meja tempat menaruh amplop tadi. Keduanya lantas pulang. Mendekati rumah, Nunung melihat ada seorang lelaki di depan pagar. Nunung turun untuk menemui lelaki tadi dan membuka pintu pagar. “Ada paket,” kata lelaki tadi sambil mengulurkan sebuah bungkusan kecil. Nunung menerimanya. Bersamaan dengan menghilangnya lelaki pengantar paket tadi, Nunung membuka bungkusan di tangannya. Kreeek. Tampak benda yang sudah tidak asing lagi bagi Nunung. Sebuah boneka Barbie. “Dari jauh aku melihat istriku terkulai,” kata Toni. (habis)  

Sumber: