Ketua Dewan Penasihat PWI Pusat Bela Hak Berhijab Paskibraka: Aturan Seragam Harus Fleksibel

Ketua Dewan Penasihat PWI Pusat Bela Hak Berhijab Paskibraka: Aturan Seragam Harus Fleksibel

Irjenpol Purn DR H Anton Charliyan MPKN.-Ahmad Syaiku-

JAKARTA, MEMORANDUM.CO.ID - Ketua dewan Penasihat PWI Pusat dan juga mantan Kapolda Jawa Barat periode 2016-2017 Irjenpol Purn DR H Anton Charliyan MPKN menyoroti kasus pelarangan penggunaan jilbab dalam pengukuhan Paskibraka Nasional 2024.

BACA JUGA:Profil dan Harta Kekayaan Pj Sekdaprov Jatim Bobby Soemiarsono

Sosok yang akrab disapa Abah Anton ini menegaskan bahwa hak berhijab merupakan bagian integral dari kebebasan beragama, khususnya bagi perempuan Muslim. Kewajiban berhijab sendiri memiliki beragam penafsiran, mulai dari yang sangat kuat hingga yang lebih fleksibel sebagai bentuk menutup aurat.

BACA JUGA:Kejari Surabaya Serahkan Memori Kasasi ke PN Surabaya, Kasi Intel: Kami akan Buktikan Putusan Hakim Salah

"Setiap aturan, terutama yang berkaitan dengan seragam, harus menghormati adat, tradisi, dan agama. Aturan tidak boleh kaku. Harus ada solusi alternatif," tegas Anton.

Ia khawatir jika aturan seragam yang terlalu rigid memaksa seseorang untuk melepas hak berpakaian sesuai keyakinan agamanya karena tidak adanya pilihan lain. Terlebih lagi, seragam Paskibraka bersifat sementara, bukan permanen.

"Bahkan TNI dan Polri, yang dikenal dengan disiplinnya yang tinggi, memberikan alternatif seragam bagi anggota perempuan yang ingin menyesuaikan diri dengan nilai-nilai agama. Apalagi ini hanya untuk Paskibraka," jelas Mantan Kadiv Humas Polri tersebut. 

BACA JUGA:Kejari Surabaya Serahkan Memori Kasasi ke PN Surabaya

Anton yang juga mantan Wakil Kepala Lemdiklat ini menekankan bahwa penghormatan terhadap hak individu untuk beribadah sesuai keyakinan telah dijamin dalam UUD 1945 Pasal 28J ayat 2.

BACA JUGA:Ditegur Wali Kota, Kadisbudporapar Minta Maaf Atas Tagihan Biaya Sewa Venue AFF

"Meskipun seseorang memiliki kebebasan memilih, namun jika pilihan tersebut tidak memberikan alternatif yang sesuai dengan ajaran agama manapun, maka hal itu sama saja dengan pemaksaan dan bertentangan dengan konstitusi negara kita. Tidak masuk akal jika aturan seragam sementara harus mengabaikan hukum tertinggi di negeri ini," pungkasnya. (iku)

Sumber: