umrah expo

Hakim PN Lamongan Larang Wartawan Liput Sidang Sengketa Lahan, Ada Apa?

Hakim PN Lamongan Larang Wartawan Liput Sidang Sengketa Lahan, Ada Apa?

Agenda sidang pemeriksaan setempat (PS) oleh Pengadilan Negeri Lamongan di Dusun Blangit RT 002/RW 001, Desa Karanglangit, Kecamatan Lamongan. -Syaiful Anam-

LAMONGAN, MEMORANDUM.CO.ID - Suasana tegang menyelimuti agenda sidang pemeriksaan setempat (Gerechtelijke Plaatsopneming) dalam perkara nomor: 2/P.dt.G/2025/PN Lmg, perihal sengketa penguasaan tanah di Dusun Blangit, RT 002/RW 001, Desa Karanglangit, Kecamatan Lamongan.

BACA JUGA:Tahap Pembuktian Obyek Gugatan, PN Lamongan Lakukan Sidang Pemeriksaan Setempat

Sidang yang digelar Pengadilan Negeri Lamongan pada Jumat 13 Juni 2025 ini bertujuan memeriksa langsung objek sengketa di lokasi untuk memperjelas letak, ukuran, dan batas-batasnya.


Mini Kidi--

Hakim Pengadilan Negeri Lamongan, Satriany Alwi didampingi Olyviarin Rosalinda Taopan, serta panitera Siswanto, memimpin jalannya pemeriksaan di lokasi. Menurut mereka, pemeriksaan ini merupakan tahap pembuktian yang krusial.

Sidang pemeriksaan setempat (PS) ini diawali dengan pemberitahuan jadwal kepada para pihak dan kepala desa setempat untuk hadir. Di lokasi objek sengketa, hakim membuka sidang secara resmi, memeriksa objek, dan meminta keterangan dari para pihak serta saksi.

BACA JUGA:Sidang Pledoi Pelanggaran Kampanye di PN Lamongan, Terdakwa Minta Diputus Bebas

Hasil pemeriksaan kemudian akan dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh Hakim dan Panitera, sebagai dasar pengambilan keputusan.

Namun, jalannya sidang diwarnai insiden yang memicu pertanyaan besar. Sejumlah awak media di lokasi dikejutkan dengan pelarangan keras untuk meliput. Hakim Olyviarin Rosalinda Taopan bahkan secara terang-terangan mendatangi wartawan.

BACA JUGA:PN Lamongan Laksanakan Konstatering Sebidang Tanah di Desa Pelang

"Kami tidak mengizinkan untuk meliput, karena ini persidangan," tegas Hakim Olyviarin Rosalinda Taopan.

Usai sidang, ketika dimintai keterangan mengenai prinsip persidangan yang seharusnya terbuka untuk umum, Hakim Rosalinda tetap kukuh pada pendiriannya.

"Pokoknya tidak boleh," ucapnya singkat sambil bergegas masuk mobil, meninggalkan tanda tanya besar di benak para jurnalis dan publik.

BACA JUGA:Sidang Perdana Kasus Penganiayaan di PN Lamongan Dijaga Ketat

Padahal, diketahui bahwa sidang PS umumnya terbuka untuk umum, kecuali dalam kasus tertentu seperti perkara kesusilaan atau perceraian.

Perkara sengketa ini diajukan oleh Sulasmirah, warga Karanglangit RT 001/RW 001, bersama beberapa orang lainnya sebagai penggugat. Mereka menggugat Pemerintah Desa Karanglangit (turut tergugat I) dan Camat Lamongan Kota (turut tergugat II).

Di lokasi, Mambaul Ulum, kuasa hukum penggugat, menjelaskan bahwa gugatan ini berkaitan dengan dugaan perbuatan melawan hukum dalam proses pengalihan tanah warisan dari kakek dan ayah para penggugat. Menurutnya, tanah tersebut masih tercatat atas nama Kamsi P Soeni alias Suni, leluhur dari pihak penggugat.

Ulum mengungkapkan adanya akta jual beli atas nama Legiran yang diduga cacat secara hukum.

"Dalam akta tersebut disebutkan bahwa tanah dijual oleh para ahli waris, namun klien kami sebagai ahli waris tidak pernah merasa menandatangani surat pernyataan waris maupun akta jual beli tersebut," beber Ulum.

Pihaknya mempersoalkan keabsahan dokumen-dokumen yang digunakan, terutama adanya surat keterangan dari pihak desa yang isinya saling bertentangan, bahkan dibuat dalam waktu dan tanggal yang sama namun dengan isi yang berbeda.

Tak hanya itu, Ulum menyoroti ketidaksesuaian batas-batas tanah yang tertera dalam akta jual beli dengan kondisi di lapangan maupun data di buku petok C desa.

"Ada ketidaksesuaian antara data tertulis dengan fakta di lapangan. Bahkan, akta jual beli yang digunakan tidak menyertakan dokumen asli seperti SKT atau SKDH, hanya salinan yang tidak lengkap," tegasnya, sembari menambahkan bahwa SK KINAG Asli ada pada penggugat dan belum beralih kepada pihak manapun.

Ia juga mengungkapkan bahwa hingga kini, tanah tersebut belum bisa dibaliknamakan secara resmi melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN), meskipun akta jual beli telah diterbitkan sejak 1998.

"Ini menjadi dasar kuat kami bahwa jual beli tersebut patut diduga tidak sah secara hukum," imbuhnya.

Pihak penggugat tidak menutup kemungkinan akan menempuh jalur pidana apabila ditemukan unsur pemalsuan dokumen atau keterangan palsu dalam proses jual beli tersebut. (pul)

Sumber: