Zakat ASN, Energi Perubahan Kota Surabaya

Zakat ASN, Energi Perubahan Kota Surabaya

--

Di tengah persaingan antar daerah dalam pembangunan dan investasi, Surabaya mengambil langkah berbeda dengan memperkuat kekuatan sosial dan spiritual warganya.

 

Wali Kota Eri Cahyadi memimpin program pengumpulan zakat yang melibatkan seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pemkot Surabaya sehingga zakat dapat menjadi alat strategis pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat.

Dari hasil gotong royong ASN, zakat yang terkumpul setiap bulan mencapai Rp3 hingga Rp4 miliar, angka yang sangat besar jika dibandingkan sumber dana sosial lain.

BACA JUGA:Keselamatan Bukan Pilihan tapi Kewajiban

Program ini menjadikan Surabaya salah satu pengelola zakat terbesar di Indonesia dan membuktikan bahwa birokrasi dapat menjadi motor penggerak kesejahteraan.

Eri Cahyadi menyebut zakat sebagai “APBD langit” karena aliran dana cepat tanpa berbelit administrasi.

Dana zakat yang dihimpun disalurkan dengan cepat dan tepat sasaran untuk perbaikan rumah tidak layak huni, program gizi anak untuk menekan stunting, beasiswa bagi pelajar kurang mampu, dan program “Tebus Ijazah” agar anak tidak putus sekolah karena kendala biaya administrasi.

Zakat terbukti fleksibel dan cepat, berbeda dengan bantuan sosial konvensional yang memerlukan prosedur panjang.

BACA JUGA:Antara Keseimbangan Data dan Hidup Nyata

Keberhasilan program tidak hanya terlihat dari besarnya dana, tetapi juga tata kelola profesional dan transparan melalui sinergi Pemkot, Baznas, Kementerian Agama, Badan Wakaf Indonesia, dan Badan Pertanahan Nasional.

Surabaya juga memperluas filantropi melalui gerakan wakaf uang untuk mendukung UMKM, membangun rumah produktif, dan membiayai infrastruktur sosial.

Hasilnya, Surabaya mencatat rekor sebagai salah satu daerah dengan pengumpulan wakaf uang tertinggi di Indonesia, membuktikan nilai spiritual dapat bersanding dengan strategi pembangunan modern.

Program ini menunjukkan bahwa zakat bukan sekadar kewajiban agama, tetapi bagian penting strategi ekonomi kota yang dapat memperkecil ketimpangan dan memperkuat daya beli warga kecil.

BACA JUGA:Surabaya Digital, Pungli Masih Kental

Zakat, infak, dan wakaf menjadi instrumen redistribusi kekayaan efektif sesuai semangat ekonomi Islam modern.

Program ini juga menumbuhkan semangat gotong royong birokrasi, di mana ASN tidak hanya pelayan publik tetapi pelaku kebaikan sosial.

Banyak daerah memiliki potensi zakat besar tetapi belum dikelola sistematis, masih bergantung pada APBD yang terbatas.

Jika meniru Surabaya, zakat bisa menjadi sumber alternatif pendanaan sosial yang mandiri dan berkelanjutan.

Kuncinya adalah kepemimpinan visioner dan manajemen kolaboratif, menjadikan zakat gerakan kolektif berdampak nyata bagi masyarakat.

Daerah lain bisa belajar, karena memulai dengan komitmen moral dan sistem pengelolaan jujur lebih penting daripada menunggu jumlah besar.

Edukasi zakat dan wakaf yang masif perlu terus dilakukan agar masyarakat memahami zakat sebagai investasi sosial yang hasilnya dinikmati bersama.

BACA JUGA:Penjara Polisi Penuh, Cermin Buram Demokrasi Jalanan

Di era digital, transparansi dan inovasi menjadi kunci, termasuk sistem daring, laporan real-time, dan audit terbuka agar publik semakin percaya.

Dengan semangat inovasi, gotong royong, dan profesionalisme, Surabaya membuktikan tata kelola zakat yang baik dapat menjadi pilar kesejahteraan sosial kota modern.


Mini Kidi--

Zakat bukan hanya program religius, tetapi strategi pembangunan berkelanjutan yang membawa keberkahan nyata.

Surabaya memberi contoh bahwa kebaikan sosial dapat dikelola seperti proyek pembangunan: terukur, berdampak, dan berkelanjutan.

Kini, tinggal bagaimana daerah lain berani mengikuti jejaknya karena di tangan kepemimpinan ikhlas dan birokrasi bersih, zakat bukan sekadar amal tetapi energi perubahan menuju masyarakat lebih sejahtera dan berkeadilan.

Sumber: