SURABAYA, MEMORANDUM-Sidang lanjutan perkara pembuangan bayi di dalam sumur, kembali digelar dengan agenda pemeriksan terdakwa Devita Auliawati (20) warga Jalan Bulak Rukem Gang 1, Kelurahan Wonokusumo.
Dalam sidang yang di Ketua Majelis Hakim Alex Adam Faisal, majelis hakim langsung menanyakan kenapa terdakwa membuang bayinya tersebut.
Lantas terdakwa menjawab yang mana suara Devita tidak terlalu jelas karena sambil menangis, sehingga hakim Alex pun menyaut jangan menangis. Terus siapa nama pacarmu. "Toyob Yang Mulia," jawab terdakwa Devita melalui video call, Kamis 18 Januari 2024.
BACA JUGA:Puluhan Massa Geruduk Kantor BPN Surabaya, Sampaikan 3 Tuntutan
Sontak Majelis Hakim mengatakan, "Kenapa kamu percaya sama Bang Toyip. Kerena Bang Toyip itu sudah lama tidak pulang," canda Hakim Alex.
BACA JUGA:IPW Akan Datang Langsung ke PN Surabaya Pantau Sidang Putusan Usman Wibisono
Kemudian disingung berapa usia kandung dan apakah terdakwa minum obat, terdakwa pun menjawab 9 bulan dan tidak minum obat. "Untuk usia kandungan sekitar 9 bulanan dan saya tidak minum obat Yang Mulia. Memang saat itu lagi mules," beber Devita.
Untuk diketahui berdasarkan kesaksian dari tetangga dan keluarga terdakwa, bahwa Yunita Choirulisa mengatakan, kejadiannya, pada hari Senin, (10/4/2023) sekitar pukul 16.30. Saat itu, ada rame-rame di dekat rumah dan dikasih tahu oleh Jaminen. Ada bayi terapung di dalam sumur. Seketika Yunita melihat dan melaporkan kepada polisi.
"Sebelum datang Polisi, saya langsung menanyakan kepada Devita Auliawati dan menangis. Dia mengaku kalau bayi itu adalah bayinya yang dibuang ke sumur pada hari Minggu (9/4) tahun lalu. Lalu Devita itu melahirkan dengan sendirinya di dalam kamar mandi dan melihat bayi perempuan itu menangis dan panik, langsung memotong tali pusar dengan menggunakan gunting, Yang Mulia,” kata Yunita sebagai saudara iparnya.
Atas perbuatan terdakwa JPU Dewi Kusuma mendakwa dengan Pasal 76C jo. Pasal 80 ayat (3) dan (4) UUU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi undang-undang. (rid)