Hartanya Tinggal Seoasang Cincin Kawin
Ahmad mengaku sejak terkena stroke sudah berusaha mencari kerja yang bisa dilakukan orang sepertinya. Tapi nihil. Tidak ada. Semua orang yang dimintai tolong mencari kerja rata-rata mencibir.
“Saya sudah lama bersabar. Tapi sampai kapan? Waktu terus berjalan, sementara kehidupan terus bergulir,” katanya, yang menambahkan bahwa perhiasan istri sudah nyaris habis dijual untuk menutupi kebutuhan hidup.
“Kalau perhiasan sudah benar-benar habis, dari mana kami…” Dia tampaknya tidak mampu meneruskan kalimat tadi.
Kata Ahmad, istrinya hanya ibu rumah tangga biasa. Tidak mungkin diharapkan menjadi pengganti Ahmad sebagai tulang punggung keluarga. Dua anak mereka yang masih sekolah juga merupakan tanggung jawab yang tidak bisa diaggap sepele.
“Kami sudah dua bulan belum mengangsur cicilan rumah. Mulai bulan depan kami pasti sudah dikejar-kejar petugas bank. Perhiasan yang belum dijual hanya tinggal dua. Sepasang cincin kawin. Kami eman,” kata Ahmad.
Kalau memang disita bank dan harus dilelang, Ahmad hanya bisa pasrah. Hanya, dia berpikir sisa uang hasil lelang yang menjadi hak dia pasti tidak banyak. Mungkin hanya cukup untuk kontrak 2-3 tahun. “Setelah itu, ke mana kami?” tutur Ahmad dengan suara nyaris tak terdengar.
Sepi.
Sunyi.
Senyap.
Hanya terdengar Tono berbincang dengan para pelanggan yang duduk di dalam. Terdengar gremeng-gremeng dan sesekali suara tawa. Kebanyakan pelanggan warung Tono adalah driver ojol. Mereka berasal dari perusahaan yang berbeda, tapi sangat akrab.
“Sebenarnya aku punya solusi,” kata Ahmad tiba-tiba. Namun, nada suaranya mengambang. Sepertinya tidak diyakini betul.
“Tapi istriku tidak setuju. Bahkan menganggap aku gila,” imbuh Ahmad.
Sepi.
Sunyi.
Senyap.
BACA JUGA:Sejuta Kisah Rumah Tangga : Nasib Baik Lelaki di Titik Nadir Asanya (1)