Ditpolairud Polda Jatim Gagalkan Ribuan Benih Lobster Ilegal

Jumat 22-01-2021,19:59 WIB
Reporter : Ferry Ardi Setiawan
Editor : Ferry Ardi Setiawan

Surabaya, memorandum.co.id - Penjualan 3.149 benih lobster atau benur ilegal di kawasan Blitar dan Tulungagung digagalkan Direktorat Kepolisian Perairan dan Udara (Ditpolairud) Polda Jatim. Dari pengungkapan kasus ini polisi berhasil meringkus dua orang tersangka berinisial CAN (24), warga Blitar;  dan IMA (38), warga Tulungagung. Pengungkapan kasus ini bermula tim Intelair Subdit Gakkum Polda Jatim mendapatkan informasi akan ada  transaksi jual beli benih lobster di wilayah Pantai Jolo Sutro, Blitar dan Tulunggung. Anggota lalu melakukan pendalaman terhadap informasi tersebut. "Dan benar di daerah Wates, Blitar, petugas memeriksa seseorang berinisial CAN sebagaimana informasi yang telah didapatkan," beber Direktur Kepolisian Perairan dan Udara (Dirpolairud) Polda Jatim Kombespol Arnapi, Jumat (22/1/2021). Dari tangan CAN, petugas mendapati empat kantong plastik di dalam tas punggung yang berisi benih lobster dengan jumlah kurang lebih 797 ekor. CAN lalu diperiksa dan mendapatkan kembali benih lobter di rumahnya sebanyak lima kantong plastik berisi benih lobter sebanyak kurang lebih 984 ekor. "Tim kemudian bergerak menuju Tulungagung dan memeriksa seseorang dengan inisial IMA," ujar Arnapi. Dari IMA, petugas mendapatkan 10 kantong plastik berisi benih lobster sebanyak 1.368 ekor yang ditempatkan dalam kendaraan. Pengakuan IMA, benih lobster tersebut akan dijual kepada seseorang di Tulungagung dengan harga per ekor untuk jenis mutiara Rp 30 ribu dan untuk jenis pasir Rp 9.000. "Kegiatan transaksi jual beli benih lobster yang dilakukan IMA dan CAN tidak dilengkapi dengan izin," imbuh Arnapi. Dalam perkara ini, kedua tersangka dijerat pasal 92 UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja jo UU Nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan jo UU Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan. "Ancaman hukuman paling lama delapan tahun penjara dan denda paling banyak Rp1,5 miliar," ujar Arnapi. (alf/fer)

Tags :
Kategori :

Terkait