Ketua Persi Jatim : 90 Persen Pasien Covid Meninggal Disertai Komorbid

Jumat 31-07-2020,07:10 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Surabaya, memorandum.co.id - Berdasarkan data kumulatif Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya per 28 Juli 2020, ada 754 orang meninggal dunia karena Covid-19. Dari jumlah itu, 714 orang di antaranya meninggal disertai dengan komorbid atau penyakit penyerta. Sedangkan sisanya, murni karena kasus Covid-19. Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Jawa Timur, dr Dodo Anondo mengungkapkan, berdasarkan laporan yang diterima dari para direktur rumah sakit, sekitar 90 persen kasus pasien Covid-19 meninggal di Kota Surabaya disertai komorbid atau penyakit penyerta. “Terutama karena kegemukan atau obesitas, diabetes mellitus, dan hipertensi itu yang paling banyak,” kata dr Dodo, Kamis (30/7). Namun demikian, dr Dodo mengapresiasi berbagai upaya dan respon cepat dari Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dalam menekan angka kematian. Akan tetapi, hal ini juga harus didukung oleh masyarakatnya sendiri dalam disiplin menerapkan protokol kesehatan pada kehidupan sehari-hari. Terutama bagi mereka yang memiliki komorbid. Sedangkan Kepala Dinkes Kota Surabaya Febria Rachmanita menyatakan, bahwa Pemkot Surabaya menaruh perhatian lebih kepada masyarakat yang dinilai rentan tertular Covid-19. Seperti warga yang memiliki penyakit penyerta, ibu hamil, serta lansia. Bahkan, pemkot melakukan pemantauan ketat bagi mereka yang terbilang rentan tertular virus. “Upaya kami adalah mendata pasien-pasien rentan dan komorbid. Artinya rentan adalah mulai dari lansia, ibu hamil ditambah dengan pasien komorbid,” kata Febria. Bagi warga yang memiliki komorbid seperti diabetes mellitus (DM), hipertensi (HT), komplikasi DM dan HT, asma, hingga jantung, Pemkot Surabaya melakukan pemantauan ketat melalui puskesmas. Febria juga menyarankan kepada warga yang memiliki komorbid agar tidak perlu datang langsung ke fasilitas kesehatan untuk membeli obat. “Nah, itu kami  data mereka dan menjadi tanggung jawab puskesmas. Kami sudah koordinasi dengan BPJS untuk bisa menyiapkan obat-obat pasien komorbid,” kata dia. Sedangkan bagi ibu hamil, mereka juga dipantau dan didampingi oleh tiap-tiap bidang kelurahan (bikel). Bahkan, sejak minggu pertama kehamilan hingga melahirkan, ibu hamil di Surabaya menjadi tanggung jawab masing-masing Bikel. “Selain memeriksakan kehamilannya, pada minggu ke 37 ibu hamil itu kita juga melakukan swab, setelah itu menentukan rumah sakit mana yang akan menjadi tempat rujukan oleh puskesmas,” ungkap dia. Di samping itu pula, pasien Covid-19 yang menjalani rawat jalan atau telah dipulangkan dari rumah sakit juga dilakukan pemantauan oleh Puskesmas. Makanya, Febria mendorong pihak rumah sakit agar aktif melaporkan setiap pasien yang telah pulang melalui sistem aplikasi milik Pemkot Surabaya yang telah tersedia. Nah, berdasarkan laporan di aplikasi tersebut, Puskesmas selanjutnya melakukan pemantauan. “Di situ (aplikasi) mereka (Puskesmas) bisa membaca pasien-pasien yang dipulangkan rumah sakit. Kalau pasien itu sudah dipulangkan rumah sakit, maka dia menjadi tanggung jawab Puskesmas, mereka di-cek apakah sudah dapat obat, terus bagaimana saturasi oksigennya,” katanya. Bagi pasien yang telah dipulangkan dari Rumah Sakit, Dinkes Surabaya juga  memberikan alat berupa pulse oximeter atau alat untuk mengukur saturasi oksigen dalam darah. Pasien yang telah pulang dari RS diajari untuk bisa melihat saturasi masing-masing dan kemudian melaporkan kepada puskesmas. Apabila saturasinya naik di atas 96 berarti aman. (udi)

Tags :
Kategori :

Terkait