Doa dan Harapan untuk Kementerian Haji
Oleh: A. Bajuri*
Pada 26 Agustus 2025, sejarah baru pengelolaan ibadah haji di Indonesia tercatat dengan lahirnya Kementerian Haji (Kemenhaj). Lembaga ini resmi mengambil alih tugas-tugas yang sebelumnya berada di bawah Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Kehadiran kementerian baru ini diharapkan menjadi jawaban atas berbagai problem yang selama ini dirasakan langsung oleh jutaan jemaah haji Indonesia. Tentu saja ada menyambut dengan optimis, tapi ada juga tetap pesimis.
Namun dilihat dari diskusi-diskusi yang dilakukan masyarakat, pertanyaan mendasarnya tetap sama: apakah antrean panjang haji yang kini mencapai 11–47 tahun benar-benar akan terurai lebih cepat?
Antrean dan Harapan
Data Kementerian Agama tahun 2025 mencatat, lebih dari 5,4 juta jemaah telah terdaftar dalam daftar tunggu haji reguler. Di beberapa provinsi seperti Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Kalimantan Selatan, antrean sudah menyentuh lebih dari 40 tahun.
Artinya, seorang pendaftar berusia 20 tahun hari ini, bisa jadi baru berangkat haji di usia senja, jika pun masih diberi umur panjang. Andaikan masih hidup pun, terkadang terkendala syarat istithoah kesehatan yang makin ketat.
Masalah antrean ini diperparah dengan keterbatasan kuota nasional yang hanya berkisar 221 ribu jemaah per tahun, bergantung pada kebijakan kuota tambahan dari Pemerintah Arab Saudi.
Fasilitas dan Layanan
Selain antrean, problem lain adalah kualitas layanan. Masih banyak cerita jemaah yang mendapat akomodasi jauh dari Masjidil Haram, keterlambatan katering, hingga layanan kesehatan yang belum maksimal.
Dalam kondisi pelayanan yang kurang maksimal tersebut, jemaah dituntut harus melakukan ibadah yang menguras tenaga. Akibatnya, kelemahan dalam layanan dasar ini bisa berakibat fatal. Indikatornya, jumlah jemaah haji yang wafat terus meningkat.