SURABAYA, MEMORANDUM.CO.ID - Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jatim M Said Sutomo mengatakan bahwa korban kecelakaan akibat jalan rusak dapat mengajukan ganti rugi ke pemerintah.
Akan tetapi, kata Said, prosesnya rumit. Bahkan seringkali aparat penegak hukum (APH) enggan memproses.
"Bisa minta ganti rugi, tapi umumnya penyidik kepolisian enggan memproses laporan warga atau masyarakat konsumen, ibaratnya jeruk makan jeruk," kata Said, Kamis, 3 Oktober 2024.
BACA JUGA:Fenomena Wajib Garasi Bagi Pemilik Mobil, YLPK Jatim: Siapkan Dulu Transportasi Publik Memadai
Dirinya menjelaskan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen telah memfasilitasi hal tuntutan ganti rugi. Yakni, tercantum ke dalam pasal 46 ayat (1) huruf d.
Bunyinya, pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit.
"Artinya, pemerintah pusat, provinsi maupun daerah wajib bertanggung jawab atas kerugian masyarakat yang mengalami kecelakaan akibat jalan rusak," terang Said.
BACA JUGA:Banyak Anak Menderita Diabetes dan Gagal Ginjal, YLPK Jatim Desak Pemerintah Terapkan Cukai MBDK
Meski demikian, Said mendesak agar pemerintah tidak abai dalam menangani jalan rusak. Sepatutnya dapat segera diperbaiki. Sehingga tidak menyebabkan peristiwa kecelakaan.
Terlebih menurut Pasal 273 ayat (1) UU LLAJ, apabila penyelenggara jalan yaitu pemerintah pusat/pemerintah daerah tidak dengan segera dan patut memperbaiki jalan yang rusak yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas, lalu menimbulkan korban luka ringan dan/atau kerusakan kendaraan dan/atau barang, maka dipidana penjara paling lama 6 bulan atau denda paling banyak Rp12 juta.
"Pemerintah pusat atau daerah harus melindungi keselamatan masyarakat dengan segera memperbaiki jalan atau memberikan tanda terhadap jalan rusak apabila belum dapat dilakukan perbaikan jalan," tutur Said.
BACA JUGA:Ketua YLPK Jatim Sesalkan Insiden Pilot Tertidur 28 Menit di Atas Pesawat
"Jika tidak melakukan hal yang diperintahkan oleh undang-undang tersebut, maka menurut pandangan saya, pemerintah dapat dikategorikan telah melakukan perbuatan melawan hukum," sambungnya.
Di samping itu, kata Said, ada peraturan presiden (perpres) baru yaitu, Perpres Nomor 49 Tahun 2024 tentang Strategi Nasional Perlindungan Konsumen (Stranas PK).
Pada pasal 4 ditegaskan ada 3 pilar perlindungan konsumen. Pilar pertama adalah peningkatan peranan efektif pemerintah dalam menegakkan hukum di bidang perlindungan.