Kepala Bagian (Kabag) Materi dan Komunikasi Pimpinan Setdaprov Jatim Zainal Muttaqin sesaat memberikan sambutan menjelaskan mengenai maksud kedatangan puluhan jurnalis di Huntap Desa Sumbermujur. Pada intinya kedatangan wartawan Surabaya ini untuk mengumpulkan data yang akan dituangkan dalam karya jurnalistik.
Sementara saat kesempatan bicara diberikan kepada Kades Sumbermujur Yayuk Sri Rahayu, wanita berhijab itu lebih banyak mengisahkan tentang peristiwa tiga tahun silam saat Semeru erupsi hingga memuntahkan awan panas guguran. Desanya yang kebetulan tak dilewati lahar dingin maupun guguran awan panas, menjadi kawasan pengungsian ribuan warga Pronojiwo dan sebagian warga Candipuro.
Yayuk menceritakan kini sedikitnya 1.951 kepala keluarga menetap di Huntap dengan fasilitas lengkap. Tak sedikit pula keluh kesah yang bisa disampaikan Yayuk saat awal menampung para pengungsi, hingga saat ini kala warga korban erupsi telah menjadi penghuni di Huntap Sumbermujur.
“Salah satu masalah adalah buang sampah dimana mereka membuang sampah tidak di tempat sampah yang telah disediakan, melainkan ke sungai,” ungkap Yayuk. Namun hal itu menurut Yayuk hanya menjadi masalah kebiasaan dari tempat asal. Setelah pihaknya melakukan edukasi dan sosialisasi, dalam waktu sebulan kebiasaan itu berubah total.
BACA JUGA:Kapolda Jatim Dampingi KSAD ke Lokasi Bencana Erupsi Semeru
Menurut Yayuk, tercatat ada 24 RT dan 5 RW di area Huntap tersebut dengan fasilitas yang sangat memadai, di antaranya masjid, kandang komunal, fasos ada 2 tiap blok, sekolah mulai PAUD/KB, TK, SD, MTs maupun MAN untuk setingkat SMA/SMK. “Untuk sekolah disini memang sekolah baru mereka sudah punya sekolah tapi terdampak dipindahkan karena mereka sudah punya lembaga,” tambah Yayuk.
Mengenai air bersih pun hingga kini relatif lancar alirannya, namun akibat banjir bandang besar merusakkan pipa besar dari besi. “Yang penting sekarang air bisa mengalir meskipun tidak bisa memenuhi semua karena debitnya surut,” imbuhnya. Sementara masalah krusial lain yang sempat menjadi dilema warga Huntap tentunya adalah masalah pekerjaan.
Sejumlah kepala keluarga tak bisa dibendung untuk kembali ke lokasi pekerjaan di desa yang lama sebagai penambang pasir hingga petani. “Mereka tetap ke arah yang lama disini cuma tempat untuk istirahat malam. Rata-rata mereka bertani dan tambang pasir. Bertani tebu dan sayuran produktif sekali di kecamatan Pronojiwo dan Candipuro, Dusun Kajar Kuning dekat dengan Dusun Curah Kobokan,” paparnya.
Yang jadi permasalahan utama tentunya karena mereka di Huntap tidak punya mata pencaharian. Tak sedikit yang mengaku kepada Ibu Kades, kalau mereka hanya tinggal di Huntap lantas sehari-hari makan apa. “Sementara kalau tiap hari wira wiri habis di transport,” keluh salah satu warga penyintas erupsi Semeru.
BACA JUGA:Siaga Bencana dengan Filosofi Pentahelix
Berdasar catatan kepala desa Sumbermujur dalam perkembangannya setidaknya kini ada 600-700 KK yang pasti menetap di Huntap, namun juga ada yang hanya sebulan sekali datang ke Huntap meski mereka telah resmi pemegang hak milik Huntap itu. Pihak desa pun juga tak punya wewenang untuk mencegah mereka. “Kami tidak memiliki kewenangan untuk itu, karena sekarang kan status rumah sudah diserahkan secara penuh,” tuntas Kades Yayuk.
Bencana memang tak bisa diduga kapan datangnya, kita hanya bisa berupaya bagaimana ketika bencana itu datang, korban yang berjatuhan bisa diminimalisir. Ini seperti yang beberapa kali diutarakan oleh Plt Kabid Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Jatim Dadang Iqwandy.
"Saya teringat akan pernyataan Mbah Rono (Surono, ahli geofisika Indonesia, mantan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Kepala Badan Geologi, Kementerian ESDM, red). Bencana itu jangan dilawan, kita (manusia) itu harus mengalah, nurut dengan alam," ungkap Dadang.
Jika ditarik garis lurus, apa yang disampaikan Mbah Rono seperti yang diucapkan Dadang bisa disimpulkan bahwa manusia tidak boleh melawan alam, harus bermukim di tempat aman. Dadang juga menyitir keberadaan Gunung Semeru bak kondrat suratan alam, Semeru bagai paku raksasa berfungsi penyeimbang kokohnya Pulau Jawa. "Dari legenda yang saya baca, Gunung Semeru bak paku raksasa, penyeimbang Pulau Jawa," ucapnya di depan wartawan.
BACA JUGA:Ini Tiga Prioritas Kerja Satgas Transisi Darurat ke Pemulihan Bencana Erupsi Semeru
Dadang juga mengulas karakteristik Gunung Semeru, melalui tayangan slide video juga ditampilkan perjalanan dari waktu ke waktu terkait letusan Gunung Semeru. Pemahaman yang lain diutarakan oleh Hanif Ikhsanudin, Ketua Tim Kerja Penenangan Bencana Alam Koordinator Forum Komunikasi TAGANA Jatim. Ia mengutarakan bagaimana kerja kerasnya dalam menghadapi erupsi Semeru yang kini hampr tiap tahun selalu “berulang tahun”.