SURABAYA, MEMORANDUM - Keputusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang memberikan vonis bebas kepada terdakwa Gregorius Ronald Tannur, pembunuh Dini Sera Afrianti, menuai kontroversi.
Majelis hakim yang diketuai Erintuah Damanik tersebut bukan hanya dianggap telah mencederai hukum, namun keputusan hakim juga dinilai melukai rasa keadilan dan menyakiti hati keluarga korban.
"Bisa dikatakan bahwa putusan ini telah sangat dalam melukai rasa keadilan, nyawa yang telah hilang tidak dihargai sama sekali," kata pakar hukum yang juga Ketua Dewan Kehormatan Peradin Jatim Prof Dr Oscarius Y A Wijaya MH MM CLI, Kamis, 25 Juli 2024.
Menurut guru besar yang karib disapa Prof Oscar ini, keputusan majelis hakim atas kasus tersebut tidak bisa dibiarkan begitu saja. Masyarakat perlu memberikan reaksi.
BACA JUGA:Kajati Jatim Kecewa Keputusan Hakim Bebaskan Gregorius Ronald Tannur
Terlebih, keputusan hakim tersebut menuai kejanggalan. Di antaranya meniadakan sejumlah petunjuk dan alat bukti berupa visum. Prof Oscar bukan hanya menyayangkan keputusan hakim, namun dia juga mempertanyakan keadilan hukum di negeri ini.
"Bagaimana suatu tindak pidana (pembunuhan) bisa diputus bebas? Padahal ada kesesuaian antara petunjuk (CCTV) dengan alat bukti (visum). Sementara orang yang tidak sengaja (karena lalai) menghilangkan nyawa orang lain saja pasti ada sanksi pidananya (pasal 359)," terang dia.
Sebelumnya, anak anggota DPR RI dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Edward Tannur tersebut dituntut 12 tahun hukuman bui oleh jaksa penutut umum (JPU) dari Kejari Surabaya. Ronald Tannur dianggap terbukti melanggar Pasal 388 KUHP tentang Pembunuhan.
Selain hukuman penjara, Ronnald Tanur juga diwajibkan membayar restitusi kepada ahli waris Dini sebesar Rp263 juta subsider kurungan 6 bulan penjara.
BACA JUGA:Ini Harta Kekayaan Hakim PN Surabaya yang Bebaskan Anak Anggota DPR RI Nonaktif
Namun demikian, majelis hakim PN Surabaya memvonis bebas Ronald Tannur pada Rabu (24/7). Hakim lantas meminta jaksa membebaskan terdakwa dari segala dakwaan.
Terdakwa dinilai oleh hakim tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana dalam dakwaan pertama Pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP atau ketiga Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP.
Selain itu, majelis hakim juga meminta jaksa penuntut umum segera membebaskan terdakwa dari tahanan setelah putusan dibacakan.
Merespons keputusan kontroversial hakim tersebut, Prof Oscar mengamini bahwa jaksa akan melakukan upaya hukum luar biasa. Yakni, mengajukan kasasi.
BACA JUGA:Ini Ancaman Hukuman Pasal-pasal Anak Anggota DPR RI Nonaktif, Kok Hakim Vonis Bebas?