Iuran Komite Rp 1,5 Juta di SMAN 2 Mejayan Dikeluhkan: Tidak Bayar, Tak Bisa Ikut Ujian!

Iuran Komite Rp 1,5 Juta di SMAN 2 Mejayan Dikeluhkan: Tidak Bayar, Tak Bisa Ikut Ujian!

-Ilustrasi-

MADIUN, MEMORANDUM.CO.ID – Sejumlah wali murid kelas 10 di SMAN 2 Mejayan, Kabupaten Madiun, mengeluhkan adanya dugaan praktik pungutan liar (pungli) berkedok iuran komite sekolah yang dinilai sangat memberatkan.

BACA JUGA:Didemo Buruh Soal Pungli, Kejari Kabupaten Madiun Diberi Tikus

Lebih lanjut, para siswa yang belum melunasi iuran tersebut bahkan diancam tidak akan diberikan nomor dan tidak diperkenankan mengikuti ujian akhir semester (UAS).


Mini Kidi--

Keluhan ini diungkapkan oleh beberapa wali murid, berinisial ED, MS, dan AG, saat ditemui di salah satu lokasi di Kecamatan Mejayan pada Senin 2 Juni 2025. Mereka menjelaskan bahwa keputusan iuran komite ini terkesan sepihak. Padahal, saat rapat komite tahun lalu, beberapa wali murid sudah sempat menyatakan keberatan dengan nominal yang ditetapkan, namun tidak digubris.

"Rapat komite sekitar bulan Juni/Juli tahun lalu, kami sudah menyatakan keberatan tapi tidak digubris oleh pihak sekolah," ungkap ED.

Besaran iuran komite ini bervariasi di setiap tingkatan kelas. Untuk kelas 10, siswa dibebani Rp 1,5 juta, kelas 11 sebesar Rp 750 ribu, dan kelas 12 sebesar Rp 500 ribu per siswa. ED menilai bahwa praktik ini adalah bentuk pungli yang dilakukan oleh pihak komite dan sekolah.

"Ada beberapa wali murid yang terlanjur membayar, namun ketika dimintai nota atau kuitansi sebagai bukti pembayaran, tidak diberikan oleh pihak sekolah," tambah ED, mengindikasikan kurangnya transparansi.

Senada dengan ED, AG juga mengungkapkan bahwa anaknya mendapat intimidasi langsung dari pihak sekolah. Anaknya diberitahu bahwa jika tidak segera membayar iuran komite, ia tidak akan mendapatkan nomor ujian dan tidak diizinkan mengikuti UAS.

"Sampai sekarang saya belum bayar karena saya merasa keberatan. Sempat diberitahu pihak sekolah kalau minta keringanan harus ada SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) dari desa/kelurahan," beber AG.

Ironisnya, setelah mendapatkan SKTM, AG bukan dibebaskan dari pembayaran iuran, melainkan hanya diberikan keringanan separuh dari besaran yang seharusnya, yaitu Rp 750 ribu. Menurutnya, seharusnya SKTM membebaskan mereka dari pungutan.

"Tapi kenyataannya tidak, kami harus tetap membayar separonya, Rp 750 ribu," keluhnya.

AG juga merinci penggunaan iuran tersebut yang disebutkan akan dialokasikan untuk beberapa pengeluaran SMAN 2 Mejayan, dengan total anggaran mencapai Rp 955 juta. Rinciannya meliputi gaji GTT dan PTT sebesar Rp 217 juta, kegiatan kesiswaan Rp 45 juta, kegiatan kurikulum Rp 30 juta, kegiatan kehumasan Rp 10 juta, kegiatan rapat pleno wali murid Rp 19 juta, sewa kursi rapat pleno wali murid Rp 1 juta, lanjutan perbaikan lapangan tahap 2 Rp 180 juta, dan pembangunan masjid tahap 1 (50 persen) sejumlah Rp 452 juta.

"Semua itu dibebankan ke wali murid dengan jumlah total hampir Rp 1 miliar. Ini rata-rata keberatan semua dan merasa tidak mampu, tapi banyak yang tidak berani bersuara," jelas AG.

Sementara itu, MS telah membayar Rp 250 ribu yang ditransfer ke rekening pribadi salah satu guru. Pembayaran ini pun berasal dari bantuan salah satu saudaranya yang memahami kondisi ekonomi MS yang tidak memungkinkan untuk membayar iuran komite.

"Saya nyicil karena takut anak saya enggak dapat nomor ujian, karena ditagih terus sama wali kelas," tandas MS, menunjukkan tekanan yang dirasakan.

Para wali murid ini sangat berharap agar pemerintah segera mengambil tindakan tegas atas dugaan praktik pungli yang dilakukan oleh pihak sekolah dan komite yang telah membebani mereka. (dif/ju)

Sumber: