umrah expo

Dekan FH UNISMA: RUU KUHAP, Berpotensi Ganggu Sistem Peradilan

Dekan FH UNISMA: RUU KUHAP, Berpotensi Ganggu Sistem Peradilan

Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Malang (UNISMA) Dr Arfan Kaimuddin.-Ariful Huda-

MALANG, MEMORANDUM.CO.ID - Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Malang (UNISMA) Dr Arfan Kaimuddin mengkritisi beberapa pasal dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Menurutnya, berpotensi tumpang tindih kewenangan, dalam sistem peradilan pidana.

Salah satunya, Pasal 12 Ayat 11 RUU KUHAP. Mengatur bahwa, jika dalam waktu 14 hari laporan masyarakat tidak ditindaklanjuti kepolisian, masyarakat dapat langsung mengajukan laporan kepada kejaksaan. Ini berisiko menimbulkan dualisme kewenangan antara kepolisian dan kejaksaan.


--

"Kewenangan penyidikan bagian integral dari sistem peradilan pidana. Diatur secara tegas dalam Pasal 1 angka 2 KUHAP. Jika kejaksaan diperbolehkan langsung memproses, dapat menciptakan ketidakharmonisan proses hukum," jelas Dr Arfan, Sabtu 25 Januari 2025.

Sebagai pakar hukum pidana, Dr Arfan menegaskan, pembagian kewenangan penyidik dan jaksa penuntut umum, didasarkan pada asas specialty dan separation of powers. Setiap lembaga memiliki peran dan fungsi spesifik, menjaga akuntabilitas serta mencegah intervensi. 

Ia bahkan menyoroti dampak negatif Pasal 12 Ayat 11, asas due process of law. Dalam sistem hukum pidana, penyidikan merupakan tahap awal yang sensitif, dan harus dijalankan.

"Jika penuntut umum langsung terlibat dalam proses penyidikan, hak tersangka bisa terancam. Skarena proses hukum yang ideal mengharuskan adanya pembagian kewenangan yang jelas," tambah pria kelahiran Kota Ambon ini.

Selain itu, ia mengungkapkan ketentuan ini dapat membebani kejaksaan. Fungsi utama kejaksaan adalah memproses perkara berdasarkan hasil penyidikan, bukan melakukan investigasi awal.

Dalam analisisnya, Dr Arfan juga mengkritik Pasal 111 Ayat 2 RUU KUHAP yang memberikan kewenangan penuntut umum. Menurutnya, hal ini melanggar prinsip peradilan yang adil dan imparsial (fair trial).

"Jaksa dan polisi adalah bagian dari rantai penegakan hukum. Harus bekerja secara kolaboratif, bukan saling menilai atau mengintervensi. Ketentuan ini berpotensi menciptakan konflik kepentingan yang serius," pungkas Dr Arfan. (edr)

Sumber: