Antam dalam Kondisi Sehat, Pengamat Nilai Pengajuan PKPU Tidak Valid

Antam dalam Kondisi Sehat, Pengamat Nilai Pengajuan PKPU Tidak Valid

PT Aneka Tambang Tbk atau Antam.-Alif Bintang-

SURABAYA, MEMORANDUM - Pengajuan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan pengusaha Budi Said terhadap PT Aneka Tambang Tbk atau Antam dinilai tidak valid.

Pakar Hukum Kepailitan dan PKPU Dr Teddy Anggoro mengatakan, instrumen pengajuan penundaan pembayaran utang hanya dapat dialamatkan pada perusahaan yang sedang mengalami masalah finansial

BACA JUGA:Bareskrim Polri Serahkan Tersangka Dugaan Korupsi Emas PT Antam ke Kejari Surabaya

Hal tersebut termaktub dalam pasal 222 ayat 2 UU Kepailitan dan PKPU. Aturan ini juga hanya ditujukan kepada debitor yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan melakukan pembayaran.

"Artinya penegasan konstitusi bahwa PKPU semestinya hanya diajukan kepada perusahaan dengan situasi finansial yang buruk, bukan sebaliknya. Jadi tidak bisa digunakan pada perusahaan dengan kondisi finansial yang sehat. Tujuan undang-undangnya begitu," katanya, Selasa, 9 Januari 2024.

Di samping itu, dia menilai Antam merupakan bagian tidak terpisahkan dari pemerintah yang merupakan BUMN dengan kepentingan publik. Oleh karenanya, PKPU hanya dapat dilakukan oleh Kementerian Keuangan.

"Belum lagi pada beberapa kasus permohonan PKPU lainnya yang dialamatkan kepada entitas milik pemerintah, ditolak oleh pengadilan. Berkaca dari kasus tersebut, seharusnya pengadilan menolak pula pengajuan PKPU yang dilakukan oleh Budi Said," imbuhnya.

Teddy menyebut, tuntuan PKPU sengaja dilakukan untuk memberi tekanan finansial dan nonfinansial untuk Antam. Efek finansial yang dimaksud seperti pengumuman kepada surat kabar nasional, rapat kredit, pengamanan aset termasuk pembentukan pengurus yang memakan biaya tidak sedikit. 

BACA JUGA:Kejaksaan Agung Periksa Manajer Keuangan PT Antam, Terkait Kasus Pengelolaan Emas

Sedangkan aspek non-finansial sesuai aturan negara salah satunya adalah selama proses PKPU, maka keputusan direksi harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari pengurus yang ditunjuk oleh pengadilan.  

“Keputusan direksi harus mendapat persetujuan dari orang yang mungkin tidak punya latarbelakang di bidang itu. Betapa terganggu perusahaan nantinya,” tuturnya. 

Sementara itu, terkait sengketa pembelian 1,1 ton emas batangan Antam di Surabaya dengan Budi Said, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan, Antam telah memberikan emas sebesar Rp3,5 triliun (5,9 ton), meski Budi Said mengklaim jumlah ini tidak sesuai kesepakatan yang menjanjikan pengiriman 7 ton oleh oknum pegawai Antam.

Arya berpendapat bahwa Budi Said seharusnya memiliki pemahaman yang baik terkait pengelolaan risiko. Iming-iming potongan harga emas Antam 20 persen seharusnya dipertimbangkan dengan serius, tidak sesuai dengan tren pasar.

BACA JUGA:Kalah Gugatan, Kuasa Hukum PT Antam Mengaku Temukan Kejanggalan

Sumber: