Polda Jatim Bongkar Penyalahgunaan BBM Bersubsidi di Sumorame Sidoarjo, Dua Tersangka Ditangkap
MMobil truk yang dimodifikasi tersangka untuk menampung BBM jenis solar-Farid-
SURABAYA, MEMORANDUM - Penyidik Unit 2 Subdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Jatim berhasil mengungkapkan penyalahgunaan BBM bersubsidi di Sumorame, Kecamatan Candi, Kabupaten Sidoarjo.
Dua tersangka yakni AM (sopir) dan MHS (kernet) membeli solar subsidi dengan menggunakan banyak barcode yang diberikan pemodal berinisial S yang masih buron.
Wadirreskrimsus Polda Jatim, AKBP Arman membeberkan, pengungkapan penyalahgunaan BBM bersubsidi ini berdasarkan informasi masyarakat yang akhirnya ditindaklanjuti.
"Dan pada Kamis tanggal 2 November 2023, kami berhasil mengamankan dua tersangka sopir dan kernet beserta batang bukti solar bersubsidi kurang lebih 2 ribu liter dengan bak dan truk yang sudah dimodifikasi," kata AKBP Arman, Senin 11 Desember 2023.
BACA JUGA:Polisi Berhasil Mengungkap Kasus Penyalahgunaan BBM Bersubsidi di Karawang
Dalam melakukan aksinya, modus operandi kedua pelaku yakni membawa truk yang sudah dimodifikasi. Dan di dalam truk sudah ada bak penampung atau tandon plastik berjumlah 4 buah yang siap menampung BBM bersubsidi.
"Masing-masing bak bisa menapung sebanyak 1.000 liter. Kemudian dengan barcode yang berganti-ganti, bisa membeli solar di SPBU dengan jumlah yang ditentukan namun dengan barcode yang berbeda-beda," jelasnya.
Dalam penyalahgunaan BBM bersubsidi ini, lanjut AKBP Arman bahwa kedua tersangka hanya bertugas membeli BBM bersubsidi dari beberapa SPBU di Sidoarjo. Selanjutnya untuk modal dan barcode disediakan oleh pelaku S yang masih dilakukan pencarian.
"Dalam sehari para pelaku bisa membeli hingga 2 ribu liter. Pastinya butuh modal besar dan pemodalnya berinisial S yang masih kami cari keberadaannya dan semoga dalam waktu dekat berhasil kami tangkap," bebernya.
BACA JUGA:Ditreskrimsus Polda Jatim Libas 27 Tersangka Penyalahgunaan BBM Bersubsidi
Sementara itu Perwakilan PT Pertamina Patra Niaga Wilayah Jawa Timur, NTB, dan Bali, Ivan Syuhada mengatakan bahwa dalam era digitalisasi ini pembelian BBM jenis solar wajib menggunakan barcode. Dan dalam barcode tersebut terdapat batas maksimal perhari 200 liter.
"Usai mendapatkan kasus tersebut, kami melakukan pengecekan CCTV dan sistem digitalisasi kami, ditemukan barcode yang tidak sesuai peruntukannya. Sehingga ada kendaraan yang menggunakan barcode berulang maka dari sebab itu SPBU di daerah Sumorame tersebut kita kenakan sanksi sesuai kontrak yaitu penghentian pengiriman selama 30 hari," ujar Ivan.
Ivan menambah bahwa pembelian BBM jenis solar hanya bisa maksimal 200 liter sehari dan tidak bida membeli lebih dari itu karena sudah dikunci dari sistem.
"Sehari maksimal 200 liter. Jadi yang bisa dia (terdangka) lakukan, dia ganti plat nomor (kendaraan) dan pakai barcode lain. Mereka bisa dapat dari pinjam ke temannya, beli, atau foto punya orang lain bahkan mencuri dan cetak untuk mendapatkan barcode tersebut," ungkapnya.
BACA JUGA:Dua Pelaku Jasa Pengiriman BBM Bersubsidi Diamankan Satreskrim Polresta Sidoarjo
"Dari kejadian ini namanya orang kreatif banyak ya, tapi pertamina dibantu dengan kepolisian terus melakukan pengawasan. Dan pertamina juga melakukan upgrade diri dan system untuk memastikan subsidi ini tepat kemasyarakatan," lanjutnya.
Dengan banyaknya kasus yang seperti ini, pihaknya berupaya terus memberikan yang terbaik untuk masyarakat. Upgrading pun akan pihaknya lakukan agar subsidi bisa tepat sasaran.
"Kami pastikan bahwa pertamina akan terus berbenah diri untuk subsidi ke masyarakat. Apalagi di hari ulang tahun pertamina yang ke-66 ini terus berbuat memberikan yang terbaik," pungkasnya.
Dalam penyalahgunaan BBM jenis solar ini kedua tersangka dikenakan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2021 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana, dengan ancaman pidana paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp 60.000.000.000 (60 miliar).(rid)
Sumber: