Sungai di Surabaya Dipenuhi Sampah Plastik, Ecoton Desak Produsen Bertanggung Jawab

Sungai di Surabaya Dipenuhi Sampah Plastik, Ecoton Desak Produsen Bertanggung Jawab

Kondisi Sungai Pogot yang dipenuhi timbunan sampah plastik.--

SURABAYA, MEMORANDUM - Bukan hal yang baru sungai di Kota Surabaya tercemari oleh sampah plastik. Hal ini seakan sudah menjadi nasib yang sulit untuk diubah.

Seperti misalnya, kondisi Sungai Pogot, Kelurahan Tanah Kali Kedinding, Kecamatan Kenjeran. Di sana sampah plastik menumpuk. Memakan setengah badan sungai.

Temuan tersebut menuai sorotan dari Founder Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) Prigi Arisandi, Kamis, 30 November 2023.

Dia menyebut, pencemaran air di Sungai Pogot oleh timbunan sampah plastik sangat berdampak buruk terhadap lingkungan.

Karenanya, Prigi mendorong pemerintah untuk menyediakan wadah atau tempat sampah khusus plastik. Terutama sampah plastik jenis sachet.

Selain itu, Prigi juga mendesak produsen untuk ikut bertanggung jawab terhadap pencemaran tersebut. Sebab, sampah-sampah sachet yang tersebar akibat pabrik yang terus memproduksi sachet.

“Dari pengamatan kami, timbunan sampah di Sungai Pogot didominasi oleh sampah plastik, terutama sachet. Melihat fakta ini, kami menuntut produsen ikut bertanggung jawab. Selain itu, pemerintah harus menyediakan wadah sampah khusus, karena sachet termasuk dalam kategori sampah residu yang tak bisa didaur ulang,” ucap Prigi dihubungi.

Prigi menjelaskan, sachet merupakan packaging atau bungkus plastik multilayer (berlapis-lapis) yang tidak bisa didaurulang. Hal ini menjadi problem yang harus dipertanggungjawabkan oleh produsen. Misalnya, Wings Groups, Unilever, Indofood, dan Mayora.

“Produsen makanan atau minuman dan personal care juga harus mulai mengganti sistem packaging-nya agar mengurangi timbulnya sampah plastik sachet,” katanya.

“Caranya bisa dengan refill. Seperti misalnya, menyediakan refill station agar konsumen membeli sambil membawa wadah dari rumah. Lalu, kami sarankan produsen tidak lagi menjual dalam wadah kecil berupa sachet, namun minimal 200 mililiter,” sambung Prigi.

Saat ini, lanjut Prigi, ada regulasi permenKLHK 75/2019 yang memiliki roadmap pengurangan 30% packaging oleh produsen hingga 2030. Guna menyukseskan hal ini, maka menurutnya pemda harus dilibatkan dalam pengawasan.

“Tidak kalah penting, konsumen juga harus mau menerapkan 3R. Yakni, reduce atau mengurangi penggunaan plastik sekali pakai seperti sachet, kresek, sedotan, styrofoam, botol AMDK. Lalu reuse atau menggalakkan guna ulang, dan recycle,” tuntasnya. (*)

Sumber: