Ketika Suami Tergoda Purel Rumah Hiburan Malam Karaoke (1)
Paras Mirip Ayu Tingting, Bodi Pekerti Mirip Lucinta Luna Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya “Aku minta Loe jadi saksi,” kata seorang teman wartawan media massa terkenal di Kota Pahlawan, beberapa tahun lalu. Namanya sebut saja Toni. Dia muncul tiba-tiba di kantor biro koran tempat kerja di Malang. Toni adalah teman liputan Memorandum—waktu itu Memorandum masih menjadi wartawan di media lain. Kami ditugaskan di dunia hiburan. Rumah musik, kafe, karaoke, dan diskotek sering kami jelajahi. “Enak ya tugas di pos hiburan,” kata Toni pada awal-awal ditugaskan di dunia hiburan. Sebelumnya dia ditempatkan di pos pendidikan. “Enak apanya?” tanya Memorandum. “Banyak. Dapat hiburan gratis. Sering makan enak gratis. Bahkan kadang dapat bonus teman kencan gratis.” “Teman kencan?” “Purel karaoke,” tegasnya. “Enaknya apa kencan sama purel? Paling gitu-gitu aja di ruang VIP.” “Wah, Mas Jos (panggilan Memorandum, red) nggak kreatif sih.” “Nggak kreatif gimana?” “Pokoknya asyiiik,” katanya. Beberapa bulan kemudian Memorandum dipindah pos, bahkan sempat ditempatkan di Biro Malang. Saat itulah, malam-malam, Toni tiba-tiba muncul. “Aku minta Loe jadi saksi,” katanya. “Saksi apaan? Ente ketangkep polisi?” “Jangan becanda Loe. Ini serius,” kata pria kelahiran luar Jawa yang pernah menetap lama di Jakarta ini. “Nenen hamil,” imbuhnya. “Nenen? Nenen siapa?” tanya Memorandum, yang memang belum pernah dengar nama ini. “Cem-cemanku. Dia purel di (Toni menyebutkan nama sebuah rumah hiburan top di Surabaya, red).” “Maksud Ente?” “Nenen hamil dan minta aku menikahinya.” Permintaan tersebut terdengar wajar andai Toni masih bujang. Masalahnya, dia sudah beristri dan punya dua anak. “Majnun Ente,” semprot Memorandum. “Loe katakana aku majnun, gila, atau sebutan lainnya, terserah. Tapi Gue benar-benar minta tolong Loe jadi saksi pernikahan kami. Oke?” “Titin (istri Toni, red) gimana?” tanya Memorandum. “Gak usah dipikirin. Itu urusan gue. Kan enak punya istri dua. Di sini ada yang melayani, di sana ada yang melayani. Di sini senang, di sana senang, di mana-mana hatiku senang,” kata Toni sambil berjoget dan mengucapkan akhir kalimat tadi dengan nada lagu anak-anak. “Tidak semudah itu Ton.” “Tidak ada yang sulit. Kita ditunggu Pak Kiai dan Neneng di dalam mobil. Ada satu lagi, santrinya Pak Kiai,” kata Toni sambil menyeret paksa Memorandum keluar kantor biro Malang. Setelah kami berada di dalam mobil, Toni yang memegang setir langsung tancap gas. “Ke mana kita?” kata lelaki yang diperkenalkan Toni sebagai Pak Kiai. Sapa saja Kiai Boy. “Batu, Kiai. Ada vila di sana,” kata Toni. Di sebelah Kiai Boy ada seorang pemuda. Dialah santri Pak Kiai, yang konon punya pondok pesantren di perbatasan Lamongan-Mojokerto. Di jok depan, di samping Toni, duduk seorang perempuan cantik. Itu pasti Nenen. Dari belakang, Nenen memang kelihatan kinclong. Parasnya mirip Ayu Tingting, tapi bodinya mirip Lucinta Luna. (bersambung)
Sumber: