Polda Jatim Ungkap Dugaan Tindak Pidana Pembuat Surat Otentik Palsu

Polda Jatim Ungkap Dugaan Tindak Pidana Pembuat Surat Otentik Palsu

Ditreskrimum Polda Jatim mengungkap kasus pemalsuan surat otentik. --

SURABAYA, MEMORANDUM- Ditreskrimum Polda Jatim mengungkap pelaku tindak pidana pembuat surat otentik palsu di Mapolda Jatim, Senin, 6 November 2023. Kelima pelaku Eka Wulandari, Henri, Sultan Alamsyah, Nanang Sugiarto, dan Andi Lala ditangkap usai dilakukan penyidikan oleh penyidik subdit kaneg Ditreskimum Polda Jatim

Dalam laporan polisi model B tertanggal 17 Desember 2021, PPAT Novitasari Dian Rahayu melaporkan kelima pelaku karena melakukan pemalsuan dokumen atas nama PPATnya. 

Menurut Wadirreskrimum AKBP Piter Yanottama, kronologi awal pada tahun 2016, SPH dan DP pemilik tanah meminta tolong pada pelaku untuk membalik nama objek tanah sebanyak 11 bidang. "Korban meminta tolong ke Eka Wulandari untuk mengurus surat balik nama 11 bidang tanah. Dan pelaku menyanggupinya," kata AKBP Piter saat pres rilis di Mapolda Jatim. 

BACA JUGA: Proyek WTP Sungai Bango Dihentikan Sementara

Selanjutnya, Eka menghubungi kolegannya Henri. Lalu Henri menghubungi temannya Sultan Alamsyah untuk bisa membantu menuruti keinginan pemilik 11 bidang tanah. "Namun ketiga pelaku justru membuat 8 dokumen palsu akta pembagian hak bersama dan 3 akta hibah termasuk juga surat pajak palsu," ucapnya. 

BACA JUGA:Polisi Masih Belum Bisa Menyimpulkan Kasus Kematian Caroline

Untuk melancarkan aksinya, ketiga pelaku meminta bantuan kepada dua oknum BPN bernama Nanang dan Andi di Kota Batu untuk memperlancar proses balik nama di kantor pertanahan. 

"Dari pengungkapan ini ditemukan dokumen palsu dari para pelaku berupa 8 akta pembagian hak bersama, 3 akta hibah termasuk juga surat pajak, dan check and recheck dari PPAT Novitasari Dian Rahayu bahwa dokumen ini memang palsu. Karena PPAT Novitasari tidak merasa mengeluarkan akte tersebut," bebernya. 

Dalam modus operandi, ditreskimum membagi menjadi 2 bidang. Yang pertama pelaku Eka, Henri, dan Sultan membuat dokumen-dokumen palsu berupa 8 akta pembagian hak bersama dan 3 akta hibah beserta surat pajak palsu. Kemudian diserahkan ke pelaku Nanang dan Andi untuk diurus balik nama di kantor pertanahan. 

"Sehingga setelah berhasil membalik nama sebanyak 11 sertifikat tersebut, ditengah jalan ternyata adanya proses-proses munculnya dokumen palsu yang dibuat kelima pelaku tersebut," ujarnya. 

Dari pembuatan 11 dokumen palsu yang dibuat, pelaku Eka mendapatkan keuntungan dari pemilik tanah sebesar Rp 850 juta dari proses balik nama. "Namun dari proses penyidikan, yang tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh pelaku sebesar Rp 230 juta lebih. Artinya pelaku ingin mendapatkan keuntungan pribadi (lebih)," lanjutnya. 

"Selanjutnya untuk pelaku Henri mendapatkan keuntungan Rp 50 juta dari Eka Wulandari (istrinya), kemudian Sultan mendapatkan Rp 30 juta dari Henri, pelaku Nanang mendapatkan Rp 48 juta dari Eka Wulandari, dan Andi mendapat Rp 400 ribu dari Eka," ungkap AKBP Piter. 

Atas perbuatannya, pelaku Eka dan Henri yang juga suami istri dikenakan Pasal 264 ayat 1 dan ayat 2 dan atau Pasal 263 ayat 1 dan 2 jo Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP dengan ancaman maksimal 8 tahun. Selanjutnya pelaku Sultan dikenakan Pasal 264 ayat 1 dan atau Pasal 263 ayat 1 jo Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP dengan ancaman maksimal 8 tahun. 

"Untuk pelaku Nanang dan Andi kami kenakan Pasal 265 ayat 2 dan atau Pasal 263 ayat 2 jo Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP dengan hukuman maksimal 8 tahun penjara," tuturnya. 

Sumber: