OTT dan Keretakan Koalisi
Oleh: Arief Sosiawan Pemimpin Redaksi Sukses Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam operasi tangkap tangan (OTT) sepekan ini kembali menyeruak. Aksi ini menggebrak ketenangan masyarakat hingga mampu mengalihkan perhatian mereka terhadap persoalan banjir, khususnya di Jakarta, pada awal 2020. Kondisi ini memaksa orang berpikir cerdas. Kenapa OTT kembali dilakukan KPK? Kenapa masih ada pejabat yang terkena OTT? Apa mereka (pejabat) itu bodoh? Atau pejabat itu sedang bernasib sial? Mau tidak mau, suka tidak suka, OTT bisa saja dikaitkan dengan memanasnya suhu politik di negeri ini, mengingat tahun lalu dan tahun ini dilakukan pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah secara serentak. Merujuk berbagai pertanyaan itu, fakta membuktikan pejan ini KPK mengadakan OTT dua aksi. Selasa (7/1), di pendopo Delta Wibawa Kabupaten Sidoarjo menyeret Bupati Sidoarjo H Saiful Illah, dan Rabu (8/1/2020) di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta dan menggelandang satu komisoner KPU (Komisi Pemilihan Umum) RI, Wahyu Setiawan. Dengan dua kejadian itu, pemikiran masyarakat menghubungkan aksi tegas OTT KPK dengan suhu politik sangat bisa dibenarkan. Apalagi, melihat sosok yang terkena OTT erat hubungannya dengan politik. Di Kabupaten Sidoarjo, OTT Abah Ipul, sapaan akrab Saiful Illah, dipastikan memberi warna dan wacana baru berpolitik bagi warganya, mengingat tahun ini akan ada pemilihan bupati baru. Secara tegas, tertangkapnya bupati memberi pengaruh besar terhadap konstelasi politik di kabupaten yang menjadi daerah penyanggah Kota Surabaya di sisi selatan itu. Terhadap OTT komisioner KPU Wahyu Setiawan juga demikian. Apalagi, kasus ini melibatkan partai besar, partai pemenang Pemilu 2019 negeri ini. Tentu, OTT kali ini mampu meletupkan rangsangan berpikir masyarakat terhadap hasil pemilihan presiden tahun lalu. Seperti inikah mudahnya seorang komisioner KPU disuap? Begitu rendahnya harga seorang komisioner KPU untuk meloloskan dan memenangkan kontestan pemilu. Bahasa gampangnya, bisa saja sebagian masyarakat negeri ini berpikir bahwa pada pemilihan presiden tahun lalu ada juga komisioner KPU yang bermain-main dengan aksi suap untuk mempengaruhi hasil pemilihan. Atau, dengan tertangkapnya komisioner KPU kali ini, ada juga yang coba-coba mengganggu harmonisasi partai besar pemenang pemilu dengan presiden terpilih, mengingat kekuatan koalisi yang mengantarkan kemenangan presiden terpilih santer terdengar mulai retak.(*)
Sumber: