Psikolog: Perlu Psikoedukasi Bahaya Perilaku Bullying
Nurul Qomariah--
Surabaya, Memorandum - Fenomena bullying semakin hari dinilai semakin ekstrem dan dilakukan berulang bahkan hingga muncul korban. Yang lebih mengkhawatirkan, seringkali lingkungan menganggap bahwa hal tersebut hanya sebuah bentuk candaan.
Akan tetapi, perilaku bully tetap lah bully yang dapat berdampak pada korbannya. Hal ini seperti yang disampaikan psikolog dari Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya Nurul Qomariah SPsi MPsi psikolog.
"Saat anak melapor tindakan bullying pada orang dewasa, seringkali mendapat tanggapan maafkan saja dan tidak ada tindakan tegas kepada pelaku. Sikap ini membuat anak atau remaja korban bullying semakin merasa bahwa di lingkungannya tidak aman. Secara tidak langsung, tindakan tersebut turut melanggengkan adanya bully," beber Nurul Qomariah, Minggu (17/9/2023).
Menurutnya, ada 4 faktor pemicu bullying pada anak atau remaja. Di antaranya yakni keluarga, lingkungan sekolah, pertemanan, dan sesuatu yang dilihat oleh anak di media sosial.
Perempuan yang karib disapa Rya ini menjelaskan, orang tua yang sering melakukan kekerasan fisik maupun verbal dalam mendidik anak juga dapat membentuk anak sebagai pelaku bullying atau sebaliknya sebagai korban bullying karena merasa tidak berdaya.
"Suasana rumah yang tidak aman seperti penuh dengan konflik dan agresi antara ayah dan ibu atau orang tua dan anak juga dapat memicu anak tumbuh menjadi pelaku bully," jelas Rya.
Bila ini diteruskan, imbuh Rya, maka perilaku bullying akan berdampak pada menurunnya kepercayaan diri korban. Seperti misalnya, anak akan memilih untuk mengisolasi diri dari lingkungan seperti tidak mau sekolah atau keluar rumah.
"Perilaku menarik diri ini sangat rentan dengan stres dan depresi. Perasaan tidak aman yang meningkat memungkinkan anak atau remaja melakukan kegiatan nekat lainnya," paparnya.
Oleh karena itu, guna menekan dan mencegah sedini mungkin perilaku bullying yang dapat berakibat fatal pada korban, maka dibutuhkan penanganan dari orang paling terdekat yakni, keluarga.
"Orang tua perlu membangun kelekatan dengan anak-anak atau remaja untuk membantu perkembangan emosi yang positif. Dengan demikian anak dapat memandang orang tua sebagai orang dewasa yang dapat dipercaya dan diandalkan, sehingga anak atau remaja yang menemui kesulitan tidak segan bercerita dan meminta bantuan kepada orang tua," tuturnya.
Selain itu, diperlukan pula psikoedukasi kepada anak, orang tua, guru, dan masyarakat luas tentang bahaya dari perilaku bullying. Hal ini agar mereka memahami perilaku bully itu seperti apa saja, bagaimana jika ternyata anggota keluarga dekat menjadi korban, dan bagaimana ketika melihat ada tindakan bully di sekitar, serta sikap apa yang perlu diambil untuk membentengi aksi bullying.
"Anak atau remaja pelaku bullying dan korban bullying sebenarnya bisa dideteksi dari awal. Namun butuh kepekaan, dukungan, dan perlindungan dari para orang dewasa di sekitarnya. Ada layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) dengan menghubungi 129 jika kita melihat perundungan atau kekerasan pada perempuan maupun anak," pungkas Rya. (bin/fer)
Sumber: