Dilema Perempuan Berjilbab Bersuamikan 2 Hati (1)

Dilema Perempuan Berjilbab Bersuamikan 2 Hati (1)

“Aku ikhlas. Ikhlas. Harus ikhlas,” gumam seorang perempuan jelang paruh baya di ruang tunggu Pengadilan Agama Surabaya, Jl Ketintang Madya, beberapa waktu lalu. Wajahnya tegang. Matanya menatap kosong sambil berjalan kencang. Sampai-sampai hampir-hampir menabrak orang yang berjalan kea rah berlawanan di depan dia. “Maaf,” katanya. Perempuan tersebut lantas duduk di kursi. “Ada apa Bunda, kok kelihatannya tidak konsen?” sapa Memorandum yang duduk di sampingnya. “Ndakapa,” jawabnya. Kami pun ngobrol ngalor-ngidul tentang apa saja yang lewat di pikiran. Kentara sekali perempuan ini, sebut saja Welas, hatinya tidak tenang. Gundah. “Ada urusan apa Bunda bisa sampai di sini?” tanya Memorandum. Setelah cukup lama terdiam, Welas mengatakan bahwa dia bingung mau ambil keputusan. “Boleh saya cerita?” katanya minta izin. Inilah yang Memorandum nanti sejak tadi. “Saya ragu. Mau cabut gugatan cerai atau meneruskannya,” katanya lirih. Matanya melirik Memorandum, mungkin menakar pantas nggak-nya bila ia bercerita ke orang yang baru dikenal. Memorandum pura-pura menatap ke depan. Welas kemudian mengawali kisahnya bahwa dia menikah dengan suaminya, sebut saja Rohim, sekitar 20 tahun lalu. “Kami dijodohkan. Ibuku adalah sahabat dekat ibu Mas Rohim,” kata Welas. Welas mengatakan bahwa Rohim adalah lelaki yang amat  baik. Walaupun mereka tidak dikaruniai momongan, Rohim tidak pernah mempermasalahkan hal ini. Dia sepertinya bahkan sengaja tidak mau membicarakannya. “Kami sangat bahagia. Kami mengasuh seorang keponakan, putri adik saya. Anak itu kami sekolahkan sejak SD. Sekarang sudah duduk di bangku kuliah,” kata Welas. Perempuan berjilbab ini melanjutkan bahwa rumah tangganya berjalan mulus sampai beberapa tahun lalu, sekitar lima tahunan, Rohim mengeluh muda lelah dan sesak napas. “Anehnya, dokter menyatakan bahwa hasil pemeriksaan Mas Rohim tidak ada yang sakit. Semua fungsi organ tubuh berjalan baik. Produksi hormone-hormon juga ridak ada masalah,” terang Welas. Namun karena sesak napas dan mudah lelah sangat sering dikeluhkan, terpaksa Rohim harus bolak-balik dari rumah ke rumah sakit. Sebab, kondisinya pada saat-saat seperti itu sangat mengkhawatirkan. Pernah suatu saat Rohim sedang kambuh sesak napasya. Kebetulan Welas dan putri mereka sedang tidak ada di rumah. Welas sedang bekerja, sedangkan putri mereka kuliah. “Ketika pulang, saya mendapati Mas Rohim tergeletak di ruang tamu. Wajahnya pucat pasi. Tubuhnya menggigil kedinginan. Napasnya tersengal,” kata Welas, lirih. (jos, bersambung)  

Sumber: