Gandeng Unicef, Pemkab Mojokerto Urus Anak Tidak Sekolah

Gandeng Unicef, Pemkab Mojokerto Urus Anak Tidak Sekolah

Mojokerto, memorandum.co.id - Momen Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) dimanfaatkan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mojokerto meluncurkan Penanganan Anak Tidak Sekolah (P-ATS). Peluncuran program tersebut ditandai dengan penandatanganan komitmen bersama Penanganan Anak Tidak Sekolah (P-ATS) oleh Bupati Mojokerto Ikfina Fahmawati usai pelaksanaan upacara Hardiknas 2023 di lapangan Pemkab Mojokerto. Penandatanganan juga dilakukan oleh Kepala Perwakilan Unicef untuk wilayah Jawa Tubagus Arie Rukmantara, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Mojokerto Sulvia Triana Hapsari, Sekretaris Daerah Kabupaten Mojokerto Teguh Gunarko, dan jajaran Forkopimda Kabupaten Mojokerto. Untuk mendukung penuntasan wajib belajar 12 tahun, Pemkab Mojokerto bekerja sama dengan Unicef. Program ini juga berkontribusi dalam pencapaian tujuan pembangunan nasional di bidang pendidikan yang tercermin dalam Rencana Pembangunan Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024. Pada tingkat global, Stranas ATS juga akan berkontribusi pada pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), khususnya pada menjamin kualitas pendidikan yang inklusif dan merata serta peningkatan kesempatan belajar sepanjang hayat untuk semua anak. Bupati Mojokerto, Ikfina Fahmawati mengatakan, terdapat 24 episode merdeka belajar telah diluncurkan yang berdampak pada semakin dekat dengan cita-cita Ki Hadjar Dewantara. Yaitu pendidikan yang menuntun bakat, minat, dan potensi peserta didik agar mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya sebagai seorang manusia dan sebagai anggota masyarakat. "Anak-anak kita sekarang bisa belajar dengan lebih tenang, karena aktivitas pembelajaran mereka dinilai secara lebih holistik oleh gurunya sendiri," katanya, Selasa (02/5/2023). Orang nomor satu dilingkup Pemkab Mojokerto ini menjelaskan, para kepala sekolah dan kepala daerah yang dulu kesulitan memonitor kualitas pendidikannya, sekarang dapat menggunakan data asesmen nasional di platform rapor pendidikan untuk melakukan perbaikan kualitas layanan pendidikan. "Sejalan dengan kurikulum merdeka yang menekankan pembelajaran mendalam untuk mengembangkan karakter dan kompetensi, seleksi masuk perguruan tinggi negeri sekarang fokus pengukuran kemampuan literasi dan bernalar," jelasnya. Ikfina berpendapat, pada jenjang perguruan tinggi para mahasiswa sekarang bisa mencari pengetahuan dan pengalaman di luar kampus dengan hadirnya program-program kampus merdeka. Dan dari segi pendanaan, pencairan langsung dana bantuan operasional sekolah (BOS) dan bantuan operasional pendidikan (BOP) ke sekolah dan pemanfaatannya yang lebih fleksibel, telah memberikan keleluasaan bagi sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. "Dengan perluasan program beasiswa, kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi sekarang jauh lebih terbuka. Dukungan dana padanan untuk mendanai riset juga telah melahirkan begitu banyak inovasi yang bermula dari kolaborasi," ungkapnya. Menurut Ikfina, pemerataan layanan pendidikan di Indonesia sudah dinilai relatif baik yang ditandai oleh Angka Partisipasi Kasar (APK) yang relatif tinggi, terutama pada jenjang dasar yaitu, SD/MI 106,32 persen, SMP/MTs 92,06 persen, SMA/SMK/MA 84,53 persen, pendidikan iinggi 30,58 persen (Susenas 2020). Namun, ada sekitar 4,1 juta anak-anak dan remaja berusia 7-18 tahun yang tidak bersekolah. "Masalah utama ATS terkait dengan faktor ekonomi yang juga erat kaitannya dengan isu anak, seperti anak disabilitas, anak yang bekerja, anak terlantar, anak jalanan dan perkawinan usia anak," tukasnya. Perlu diketahui, Covid-19 juga berdampak terhadap peningkatan anak tidak sekolah. Secara global diperkirakan ada sekitar 147 juta anak yang kehilangan waktu belajar tatap muka pada masa pandemi, dan 24 juta anak kemungkinan tidak akan kembali ke sekolah. Hal tersebut dapat mempengaruhi proses belajar anak dan juga kesejahteraan anak yang berakibat generasi anak-anak dapat kehilangan nilai pendapatan sebesar 17 triliun dollar (dalam nilai saat ini). Sementara itu, Kepala Perwakilan UNICEF untuk wilayah Jawa, Tubagus Arie Rukmantara menjelaskan, menurut Susenas 2020 diperkirakan ada sekitar 10.000 anak tidak sekolah di Mojokerto. Dan UNICEF telah mengapresiasi respon cepat dari Kabupaten Mojokerto untuk melakukan gerakan masyarakat dalam melakukan tiga hal utama penanganan anak tidak sekolah, yakni Mendata anak tidak sekolah melalui pendekatan pendataan Sistem Informasi Pembangunan Berbasis Masyarakat (SIPBM), pengembangan rencana aksi daerah, dan memastikan ATS mendapatkan pendidikan. “Kami mengapresiasi langkah-langkah yang sudah dilakukan dalam mendata dan menemukan Anak Tidak Sekolah di Kabupaten Mojokerto. Kegiatan ini sudah dilakukan di 8 Desa," jepasnya. Arie berharap, Pemkab Mojokerto dapat memperluas jumlah desa yang melakukan pendataan ini, selanjutnya Kabupaten Mojokerto dapat mengembalikan anak tidak sekolah untuk mendapatkan pendidikan, baik pendidikan formal maupun pendidikan non-formal. "Penanganan anak tidak sekolah (ATS) merupakan tanggung jawab semua pihak sebagai upaya pemenuhan hak anak dalam mendapatkan layanan pendidikan yang layak," ujarnya. Arie menilai, program P-ATS juga memerlukan pemantauan rutin berdasarkan data untuk membantu pengambil kebijakan dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang mendukung keberhasilan program dan juga penghambat jalannya program. "Ini akan berkontribusi terhadap upaya penguatan sistem pendidikan yang bersifat inklusif, adil dan ber transformatif gender," pungkasnya. (yus)

Sumber: