Minimalkan Minder Peserta Didik dengan Pembelajaran Berdiferensi

Minimalkan Minder Peserta Didik dengan Pembelajaran Berdiferensi

  oleh: Nur Maslichah, S.Pd Guru SDN Kalitengah 1 Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo. Salah satu dampak dari pandemi covid-19 bagi peserta didik adalah pembelajaran dilakukan secara daring atau yang disebut dengan PJJ (pembelajaran jarak jauh).PJJ merupakan langkah yang diambil pemerintah supaya anak Indonesia tetap bisa belajar walaupun merebaknya wabah Covid-19 saat itu. Tentu saja langkah ini memberikan dampak positif dan negatif. Dampak positifnya, anak tetap mendapatkan hak untuk belajar. Namun dampak negatifnya juga cukup menggelengkan kepala. Misalnya, bagi peserta didik yang tidak mampu memiliki ponsel atau laptop dan kesulitan mendapatkan akses internet, maka akan tertinggal pencapaian belajarnya. Selain itu karena terbiasa PJJ, sebagian peserta didik memiliki rasa minder ketika dilaksanakan kegiatan belajar tatap muka. Kemampuan komunikasi dan bersosialisasinya kurang tergali sehingga kecenderungan pasif dalam kegiatan pembelajaran tatap muka tampak terlihat. Dijelaskan dalam situs KBBI online, minder sama halnya dengan rendah diri. Menurut Adler (1999) minder atau rendah diri merupakan segala rasa kurang berharga yang timbul karena tidak mampuan psikologis atau sosial yang dirasa secara subjektif, ataupun karena keadaan jasmani yang kurang sempurna. Dalam keseharian, rendah diri merupakan sifat yang cenderung menyalahkan diri sendiri, tertutup dari orang lain, tidak percaya diri, cenderung gelisah dan khawatir, menilai segala sesuatu hanya dari sudut pandangnya saja, selalu memposisikan dirinya sebagai korban, mudah menyerah, merasa tidak punya kelebihan sehingga tidak puas terhadap diri sendiri. Minder dapat diketahui dari sikap yang ditampilkan. berikut ciri-ciri sifat minder yang dikutip dari buku Muhasabah Penggugah Jiwa oleh Adzi JW, yaitu merasa dirinya rendah, bodoh, tidak mampu berbuat banyak hal, hingga tidak pantas. Kesulitan dalam bergaul sehingga sulit mendapatkan teman baru. Merasa kurang nyaman jika terdapat seseorang yang mendekatinya. Tidak berani memulai percakapan atau perkenalan dengan orang lain. Malu ketika mengungkapkan ide atau pendapatnya kepada orang lain. Sering mengalami demam panggung, sehingga takut berbicara di depan umum (public speaking phobia). Selalu negative thinking terhadap diri sendiri, jadi tidak ada upaya untuk mengembangkan diri lebih jauh. Suka menyendiri dan tidak suka bila berada di keramaian. Terlihat kaku ketika berhadapan dengan orang lain. Merasa bahwa orang lain selalu melihat bagian kelemahannya saja. Menganggap orang lain lebih hebat daripada dirinya. Membandingkan kelemahan dirinya dengan kelemahan orang lain. Tidak berani menerima tanggung jawab yang besar karena takut merasa gagal. Sering murung, mudah merasa sedih, dan gampang lelah. Terlalu pusing memikirkan kelemahannya sendiri, padahal masih bisa belajar dan berusaha untuk memberikan yang terbaik. Sifat minder disebabkan oleh beberapa faktor. Dijelaskan dalam buku Kekuatan Pikiran Bawah Sadar oleh Rizem Aizid, berikut beberapa penyebabnya antara lain, pengaruh faktor lingkungan, merasa diremehkan atau dikucilkan. kesalahan orang tua dalam mendidik anak. merasa memiliki fisik yang tidak sempurna. dan yang terakhir merasa berpendidikan rendah. Menurut keterangan peserta didik yang menjadi penyebab munculnya sikap minder antara lain, merasa belajar sendiri, kurangnya perhatian orang tua, jika melakukan kesalahan sering dibentak, kurangnya penghargaan lingkungan sekitar dan lingkungan yang suka mengeluh. Beberapa ciri sifat minder di atas, muncul pada peserta didik saat melakukan pembelajaran tatap muka. Tentu saja hal ini menjadi permasalahan untuk mencapai ketercapaian tujuan pembelajaran. Sehingga perlu solusi untuk mengatasi sifat minder yang muncul pada beberapa peserta didik. Kemendikbud meluncurkan kurikulum merdeka yang identik dengan pembelajaran berpihak kepada peserta didik. Salah satu pembelajaran yang memfasilitasi keberagaman peserta didik adalah pembelajaran diferensiasi. Telah dikemukakan oleh Tomlinson (2000) bahwa pembelajaran berdiferensiasi atau differentiated learning adalah bentuk proses pembelajaran di kelas dengan yang disesuaikan dengan keragaman kebutuhan belajar setiap peserta didik atau peserta didik. Membaca pengertian pembelajaran diferensiasi dari Tomlinson, mungkin bayangan anda adalah seorang guru harus mengajar menggunakan cara sebanyak jumlah peserta didik yang diajarkan. Misalnya, jika dalam satu kelas terdapat tiga puluh peserta didik bukan berarti guru harus mengajar dengan menggunakan tiga puluh cara yang berbeda. Namun guru dapat melakukan pemetaan dengan membuat kategori besar yang mewakili masing-masing kebutuhan dan karakteristik peserta didik. Kemudian merancang pembelajaran sesuai dengan kategori tersebut misalnya, dari kesiapan belajar, minat, gaya belajar dan profil belajar peserta didik. Selanjutnya guru perlu memperhatikan strategi apa yang akan dipakai untuk memenuhi kebutuhan belajar peserta didiknya. Sangat memungkinkan terdapat metode belajar yang variatif dalam pembelajaran diferensiasi ini. Tidak lupa kontekstual dalam memberikan pengalaman dan mengaktifkan lebih banyak indera peserta didik. Yang terakhir adalah mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran untuk menilaI efektivitas pemetaan dan strategi yang dilakukan. Ini bisa dilakukan dengan memberikan refleksi atau umpan balik dari pembelajaran saat itu. Umpan balik bermanfaat untuk mendorong peningkatan upaya, motivasi atau keterlibatan untuk mengurangi perbedaan antara capaian saat ini dan tujuan yang ingin dicapai oleh peserta didik. Selain itu memberi informasi tentang strategi alternatif untuk memahami materi yang telah dipelajari dan mengkonfirmasi peserta didik bahwa mereka benar atau salah, atau seberapa jauh mereka telah memahami pelajaran yang diajarkan. Contoh konkret umpan balik kepada peserta didik misalnya ketika selesai mengikuti tes/ulangan dan mengumpulkannya, guru dapat mengoreksi dan memberikan catatan berupa masukan dan referensi perbaikan. Kemudian memberikan pujian dan apresiasi, sekalipun hasilnya masih belum sesuai atau perlu perbaikan. Saat proses kegiatan belajar mengajar, guru juga dapat mengamati dan berkomunikasi langsung dengan peserta didik. Sehingga ketika ada masukan dan penjelasan bisa langsung disampaikan dan peserta didik juga dapat menanggapi apabila ada hal yang kurang jelas. Umpan balik yang terdiferensiasi berpusat pada peserta didik akan lebih baik karena sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik masing-masing peserta didik sehingga lebih tepat sasaran. Jika umpan balik dirasa kurang, bisa ditambahkan dengan cara menulis buku harian. Peserta didik diharapkan setiap pagi sebelum pelajaran dimulai mengumpulkan buku harian. Sehingga guru semakin mudah memahami kondisi peserta didik. Namun sebelum program menulis buku harian itu dilaksanakan, perlu melakukan kesepakatan kelas untuk bersikap jujur dengan apa yang ditulis di buku harian. Singkat cerita berikut ini adalah contoh penerapan pembelajaran diferensiasi pada materi pecahan kelas IV yang terdapat tiga puluh peserta didik. Anda bisa memetakan peserta didik berdasarkan kesiapan belajarnya. Misalnya terbagi menjadi tiga kategori. Yaitu mampu memahami, kurang mampu memahami, dan belum mampu memahami. Selanjutnya setiap kategori diberikan strategi belajar yang tidak sama. Misalnya, dengan menayangkan video cerita tentang pecahan, diberikan alat peraga pecahan, diberikan permasalahan untuk dipecahkan lalu dipresentasikan, atau diberi lagu kreasi tentang pecahan. Demikian juga untuk hasil belajar atau produk yang akan mereka hasilkan. Peserta didik berhak untuk memilih produk apa yang dihasilkan dari materi yang dibahas, karna produk adalah ekspresi keterampilan yang diperoleh dari proses pembelajaran. Misalnya poster tentang pecahan, komik tentang pecahan, lagu kreasi baru tentang pecahan, atau video tentang pecahan. Sebagai fasilitator bagi peserta didik, berikan perhatian berupa konfirmasi pemahaman kepada mereka, misalnya, adakah yang belum jelas, bagian manakah yang belum jelas. Dengan begitu, peserta didik akan merespon, merasa disambut baik, merasa dihargai, dan diperhatikan. Tentunya hal ini akan melahirkan harapan terhadap peningkatan kualitas diri mereka. Kemudian sikap mindernya perlahan akan menghilang. Untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal, guru dan peserta didik harus berkolaborasi dan bersikap positif supaya jika terdapat hambatan atau tantangan dapat terselesaikan dengan baik. (mik)

Sumber: