Kejahatan Jalanan Marak, Pakar: Kring Serse dan Respati Tidak Tepat Sasaran
Sunarno Edy Wibowo Surabaya, memorandum.co.id - Aksi kejahatan jalanan belakangan ini semakin marak. Terakhir dua siswa sekolah dasar yang dirampas sepeda dan HP karena dituduh melempar botol ke orang tua terduga pelaku. Aksi ini kerap dilakukan terduga pelaku untuk melancarkan aksinya. Maraknya aksi kejahatan jalanan tersebut pun mendapat kritik dari pakar hukum pidana Prof Dr H Sunarno Edy Wibowo SH MHum. Menurutnya tugas dan fungsi kepolisian sepertinya kurang maksimal. "Lalu apa fungsi mereka kalau masih ada kejahatan jalanan, bahkan semakin meningkat. Artinya mereka selama ini melakukan patroli tidak tepat sasaran. Seharusnya tugas mereka mrngantisipasi dan melindungi masyarakat. Jangan sampai kejadian kriminalitas tersebut terjadi," katanya. Seharusnya jika kring serse berupa pemantauan dan patroli ditempat rawan kriminalitas tepat sasaran, pasti kejahatan jalanan dapat ditekan. Sebaliknya, justru di Surabaya marak aksi kejahatan jalanan. Mulai begal, curanmor, jambret, copet bahkan kenakalan remaja seperti tawuran semakin menjadi. "Kring Serse menjadi pedoman pelaksanaan bagi petugas reserse di lapangan agar dapat bertugas sesuai peranannya dan mampu melaksanakan kegiatan reserse. Yakni menindak dan merespon cepat tindakan kriminalitas di wilayahnya. Ini seharunya dilakukan, jangan harus ada korban dulu baru bergerak polisi ini," tegasnya. Apalagi aksi begal tersebut terjadi di tengah kota. Lalu bagaimana nasib kenyamanan masyarakat kalau sampai kejahatan terjadi berulang ulang, maka Surabaya bisa ditetapkan sebagai kota tidak aman dan darurat kejahatan jalanan. Berarti antisipasi kepolisian kurang. "Lalu masyarakat berlindung kemana, kalau polisi saja tidak bisa memberikan rasa aman, kejahatan dimana mana," imbuhnya. Bowo melihat polisi kecolongan dengan maraknya aksi kejahatan. Sehingga ia menilai ini senagai bentuk kelalaian petugas yang kurang responsif menangai kejahatan jalanan. "Jika tidak aman, polisi sebetulnya lalai dan ini tanggung jawab kepolisian. Bila tidak mampu harus ada yang namanya kode etik kepolisian. Sanksinya berupa mutasi jabatan, biar jera mereka. Karena tugasnya mengayomi masyarakat, mereka digaji dari uang rakyat, kalau tidak mampu menangani harus dimutasi polisi tersebut," paparnya. Memang tidak bisa dipungkiri di balik kejahatan tersebut karena faktor ekonomi yang mempengaruhi. Di tengah sulitnya perekonomian saat ini aksi kejahatan merajalela . "Kalau ekonomi sulit, pasti kejahatan juga semakin tinggi," jelasnya. Selain itu dengan dihilangkannya tilang manual dengan tergantikan tilang elektronik atau ETLE dampak negatifnya meningkatkan kejahatan jalanan. Masih lanjut dia, justru dampak buruk dari kehadiran ETLE, kejahatan jalanan meningkat. Sebelumnya polisi yang melaksanakan tugas di lapangan dengan tilang manual, sekarang tidak lagi. "Setelah ditiadakan para pelaku kejahatan ini bisa bebas berkeliaran. Kalau tilang manual dihilangkan justru memperbesar peluang dari pada penjahat jalanan atau pencurian motor yang lebih marak," ungkapnya. (alf)
Sumber: