Malam Pertama tanpa Tetesan Darah di Atas Ranjang (3-habis)

Malam Pertama tanpa Tetesan Darah di Atas Ranjang (3-habis)

Cerita itu disampaikan ayah Marta, sebut saja Sapari. Tentu Marta kebingungan. Sebab, dia tidak pernah merasa jatuh. Dia pingsan justru setelah mendengar cerita Wahid soal wanita nakal yang keperawanannya dibayar mahal oleh suaminya. Tapi, sudahlah. Apa pun yang terjadi, dia sudah memutuskan bakal minta cerai Wahid. Sepulang dari rumah sakit, dia akan mengurus gugatan cerai itu. Gugatan sudah diajukan. Tapi hampir setahun berlalu, belum ada putusan dari PA. “Aku nggak pakai pengacara. Sekarang terpaksa minta tolong pengacara karena kabarnya kalau tidak pakai pengacara agak sulit dan lama. Gitu kata orang-orang,” ujar Marta. Marta sudah sekitar setahun pula tidak bertemu Wahid. Sejak mengajukan gugatan cerai. Dia pulang ke rumah orang tuanya, sementara Wahid tinggal sendirian di rumah kontrakan. Ketika Marta sedang berkonsultasi dengan pengacara yang hendak dipasrahi mengurus perceraiannya, tiba-tiba muncul lelaki muda. Dia langsung memeluk Marta dan menangis sesenggukan. Lelaki itu ternyata Wahid, suami Marta. Dia tidak mau melepaskan pelukan. Berkali-kali dia minta maaf dan meminta Marta mencabut gugatan cerainya. Wahid mengaku bersalah dan tidak ingin kehilangan perempuan berpinggang kecil tapi berpinggul semok tersebut. Marta gelagapan. Dia tidak mengerti maksud Wahid berbuat seperti itu. Maka, ketimbang jadi tontonan orang banyak, Marta akhirnya mengajak Wahid pamit dan pulang. Sejak itu Memorandum putus informasi soal kisah rumah tangga Marta vs Wahid. Beberapa kali dolan ke pengacaranya, dikatakan bahwa belum ada perkembangan soal rencana percerian mereka. Baru dua hari yang lalu Memorandum mendapatkan cerita soal Marta dan Wahid ketika mampir ke kantor sang pengacara. Katanya Marta mencabut gugatan cerainya, senyampang belum ada putusan dari PA. Menurut pengacara itu, sebut saja Ikin, Wahid sudah menyadari kesalahannya. Dia menyadari bahwa keperawanan bukan sepenuhnya tanda bahwa seorang gadis itu masih suci atau tidak. Sebab, bisa saja selaput keperawanan seseorang pecah karena trauma tertentu. Misal, selaput keperawanan seorang atlet balap sepeda bisa rusak karena itensitasnya bersentuhan dengan sadel, terjatuh, dan masih banyak hal lain. Hal lain yang mendorong Wahid minta Marta mencabut gugatan cerai, lelaki kerempeng berwajah culum ini menemukan fakta mengejutkan. Begini ceritanya: Wahid yang ingin sekali lagi menikmati darah perawan kembali memesan gadis tingting,  anyar gres, dari seorang muncikari. Singkat cerita, Wahid menunggu gadis pesanannya di sebuah hotel kawasan Pasar Besar. Tak disangka, yang datang ternyata gadis sama yang pernah diperawaninya lebih dari setahun lalu. Sebut saja namanya Ninik. Tentu saja Wahid kaget. Gadis yang pernah menyuguhkan keperawanan setahun silam itu mana bisa menyuguhkan kembali perewanan? Deg! Wahid merasa dilibuli. (jos, habis)  

Sumber: