Meski Bukti Kuat di Sidang, Penganiaya Istri Siri Tak Akui Perbuatannya

Meski Bukti Kuat di Sidang, Penganiaya Istri Siri Tak Akui Perbuatannya

Surabaya, memorandum.co.id - Terdakwa penganiayaan, Mochammad Suhaimi menepis hampir semua keterangan saat sidang dengan agenda kesaksian di Ruang Candra, Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Bahkan, ia kerap tak mengakui pemukulan hingga tendangan kepada istri sirinya, Tiara Aulia. Satu persatu kesaksian dan keterangan korban diperkuat oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Nur Laila. Dalam keterangannya, Nur menyatakan status keduanya sebagai pasangan suami-istri siri. "Saudari (Tiara) dikawin siri tanpa sepengetahuan orangtua?," tanya Nur saat sidang di PN Surabaya, Senin (25/7). Perihal tersebut diakui korban. Tiara lantas menjelaskan awal mula perkenalan hingga kekejian suaminya yang hampir membuatnya tak bernyawa. "Awalnya dulu teman, lalu nikah. Sekarang sudah tidak ada (hubungan) sama sekali," kata Tiara. Tiara berkisah, perkenalan keduanya bermula dari perkenalan pada 27 April 2021 melalui aplikasi pencarian jodoh. Usai match dan saling ngobrol, keduanya memutuskan bertemu di kawasan Manyar. Setelah itu, terdakwa mengajak Tiara nongkrong di kawasan Suramadu. Beberapa pekan kemudian, keduanya kembali memutuskan untuk bertemu yang kedua kalinya di kawasan Unair Kampus B. Saat itu, terdakwa yang sebenarnya bekerja sebagai cleaning service mengaku sebagai mahasiswa. Kemudian, keduanya kembali ngopi darat di Jembatan Suramadu. "Pertama kali ketemu di Unair dan mengaku sebagai mahasiswa, padahal kerja cleaning service. Setelah itu ketemuan dan ngopi di dekat rumah saya, terus dia malah jalan ke arah Suramadu pakai motor pas puasaan di 2021. Tapi, malah diajak ke rumah dia di Desa Labang, Bangkalan," ujarnya. Tiara mengaku, tak mengira perjalanan dengan terdakwa malah dibawa ke rumahnya di Dusun Barat Leke, Desa Pangpong, Kecamatan Labang, Kabupaten Bangkalan, Madura. Sesampai di rumahnya, Tiara diajak berhubungan badan layaknya suami-istri dengan terdakwa. "Lalu, diajak masuk ke rumahnya, bilang ibunya lagi tidur dan sepi. Lalu disuruh ke kamar dan dipaksa berhubungan badan," akunya. Dari situ, Tiara mengaku terdakwa mulai kasar. Mulai dari perkataan hingga pukulan yang ia terima. "Kalau saya gak mau (diajak berhubungan intim), dia ancam mau bunuh saya dan keluarga. Lalu kejadian hubungan badan dan karena takut hamil saya minta dia tanggung jawab. Terus dia ajak pacaran dan ketemu orangtua tirinya, lalu dia minta nikah siri," tuturnya. Setelah selesai berhubungan, Tiara tak diperbolehkan pulang ke Surabaya. Justru, dipaksa tidur di rumah terdakwa pada 9 Mei 202. Kemudian, keesokan harinya, Tiara dipaksa untuk nikah siri dengan terdakwa. Namun, yang menjadi penghulu atau modin setempat serta tanpa sepengetahuan orang tua Tiara. Selama kurang lebih empat bulan, Tiara mengaku tinggal bersama terdakwa di Bangkalan, Madura. Selama itu pula, terdakwa kerap melakukan kekerasan pada Tiara. Tiara mengaku, pertikaian pertama dikarenakan masalah uang dan utang piutang. Bahkan, terdakwa kerap memaksa dan memukuli Tiara agar mau melakukan hubungan suami-istri. Pada Rabu (8/12/2022), cek-cok keduanya disulut masalah utang piutang dan lupa mengunci pintu rumah. Saat itu, terdakwa memukul dengan tangan kanan, paha bagian kiri, melempar dengan gelas kaca mengenai ubun-ubun kepala. Kemudian memukul menggunakan helm, hingga menampar hampir seluruh bagian tubuh Tiara. Akibat penganiayaan tersebut, Tiara kerap merasa pusing. Bahkan, mengalami lebam di hampir sekujur tubuh sisi kiri. "Terakhir kali pada 8 Desember 2021, saya dipukuli, lalu dilempar sama dia (terdakwa) pakai gelas dan pecah kena kepala. Lalu, kepala saya ditoyor, sebelum dipukuli di rumahnya. Semuanya itu gara-gara masalah pinjam uang ke teman saya, ngakunya sudah dikembalikan dan salah paham. Padahal, teman saya ngaku uangnya belum dikembalikan," katanya. Selain itu, Tiara mengaku juga ditendang. Kemudian, Tiara diajak kembali pulang ke rumah terdakwa di Madura. Dalam perjalanan, terdakwa tak henti-hentinya menampar dan dan memukul Tiara. Hal tersebut dilakukan sembari berkendara sepeda motor. Mirisnya, kekerasan itu berlanjut hingga di kamar keduanya. Pas di depan teras (rumah terdakwa), saya dipukul pakai helm warna merah kepala 1x . Lalu ibunya memisah pertengkaran dan diajak ke dalam rumah. "Di sana (dalam kamar), dia ambil balok, pukul bahu dan punggung berkali-kali, setelah itu dia bilang mati raimu, mati kon (mati kamu), terus dia sambil bawa golok dan mau disabetkan ke leher saya. Lalu bilang mati kon sak keluargamu, ati-ati kon, paling kon mek isok menjarano aku, sopo sing isok hukum aku (mati kamu sekeluarga, hati-hati kamu, paling kamu cuma bisa menjarain saya, siapa yang bisa menghukum saya, red)," paparnya. Meski merasa kesakitan dan meminta ampun, terdakwa tak henti-hentinya memukul Tiara. Namun, ia memutuskan pulang ke rumah orangtua dan melaporkan kejadian itu pada keluarga. Hal senada disampaikan ibu korban, Sri Utami. Menurutnya, ia tidak pernah menghadiri pernikahan keduanya. Tiba-tiba, buah hatinya datang dengan kondisi penuh luka memar serta meminta maaf. "Saya sebenernya tahu semua, dia datang nangis, wajahnya sudah gak karu-karuan, dia bilang, bu aku koyok ngene, aku yok opo (saya seperti ini, saya harus bagaimana)," katanya. Ia mengaku sulit berhubungan dengan Tiara. Sebab, smartphone milik Tiara dan miliknya telah dijual terdakwa. "Setelah kejadian itu, terdakwa datang dan minta maaf, tapi tidak pernah memberi ganti rugi atau santunan. Malah HP saya dibawa dan dikasih ganti uang Rp 1,2 juta. Itu bukan uang santunan, itu uang ganti HP saya," ujarnya. Mendengar keterangan Tiara dan ibunya, terdakwa bukan mengakuinya. Justru, ia berkilah dengan menyebut semua keterangan itu tidak benar dan tak sesuai fakta. "Itu terlalu berlebihan yang mulia, saya hanya murni (pukul) pakai tangan, hanya (pukul) paha saja yang mulia. Gak pernah pakai senjata," akunya. Kendati ditunjukkan hasil visum, terdakwa tetap tak mengakuinya. Sontak, Tiara pun terisak. "Itu semua tidak benar, kalau pakai balok tidak, saya hanya minta maaf juga ke ibunya (Sri). Saya hanya pukul pakai tangan saja, itu pun hanya sekali," elaknya. Sontak, hal tersebut dipatahkan JPU. Seketika, JPU menunjukkan hasil visum dan sejumlah barang bukti. "Dalam hasil visum, kesimpulannya ditemukan luka memar pada lengan, paha, dan punggung kiri karena bersentuhan dengan benda tumpul. Lalu, sepatu dan helm ini," kata dia. Ketua Majelis Hakim, Taufik Tatas menegaskan, dirinya geram dengan perkataan terdakwa. Selain tak mengakui perbuatannya, ucapannya juga dianggap kerap berkelit. "Kamu bohong atau tidak, itu terserah kamu, tapi semuanya sudah ada bukti dan saksi. Termasuk visum dari dokter. Bahkan kamu mengaku baru sekali, padahal luka memarnya banyak. Kok bisa, pukul sekali tapi memarnya di punggung, paha, dan bahu korban (Tiara)," tegasnya. (jak)

Sumber: