Toh Kuning Benteng Terakhir Kertajaya – Siasat Ken Arok (2)

Toh Kuning Benteng Terakhir Kertajaya – Siasat Ken Arok (2)

Kemudian mereka berbicara mengenai pembagian-pembagian yang akan disepakati. Pada malam itu juga Ken Arok membeberkan rencananya. Ia berkata, ”Ki Arumpaka, aku akan memilih seseorang dan ia bukan berasal dari kelompok kalian. Ia adalah seseorang yang berilmu tinggi dan menguasai dasar-dasar keprajuritan. Aku harap tidak ada keberatan di antara kalian, kecuali kalian dapat mengalahkannya bila bertemu dengannya.” Ki Arumpaka kemudian berkata, ”Aku dapat mengerti maksudmu. Tetapi memang lebih baik kita mengadakan perkenalan terlebih dahulu. Aku ingin tahu desa lahir dan perguruannya. Keyakinan dan kepercayaan tidak dapat jatuh dari tangan para dewa tanpa sebab. Menjadikannya sebagai pemimpin itu berarti menitipkan selembar nyawa dan keluarga kami padanya.” Ken Arok berdiam diri ketika Ki Arumpaka selesai berkata-kata. Ia tidak begitu yakin dengan orang yang ia maksudkan. Meski ia mengenalnya dengan sangat baik namun perjalanan hidup seseorang akan dapat merubah sudut pandang. Ken Arok masih melihat dalam gelap dan meraba sebuah bayangan. Ia belum mendapat kepastian tentang itu. namun kemudian ia berkata, ”Aku akan menahan Kebo Ijo agar tidak memunculkan kematian seorang empu ke permukaan di luar istana. “Meski aku sedang menunggu perkembangan yang mungkin terjadi karena dua peristiwa masih menjadi teka-teki bagi Tumapel dan Kediri. Aku yakin kedua peristiwa ini akan membuka jalan untuk mengungkap tabir yang seringkali ditutup rapat oleh Kediri.” “Apakah itu termasuk beban yang harus dibayar rakyat Kediri?” bertanya Ki Arumpaka. “Banyak hal yang semestinya dapat diungkap. Aku belum mendapatkan bahan yang cukup untuk membuat satu kesimpulan. Satu dua perkara samar masih membutuhkan waktu untuk dite-rangkan dengan jelas,” jawab Ken Arok. “Apakah kau menuntut satu balas dendam?” tanya orang lainnya. “Tidak,” jawab Ken Arok. ”Tetapi ini sebuah pembebasan.” “Aku masih belum paham dengan tujuan serta rencanamu, Ken Arok,” kata Ki Arumpaka. Namun sebelum ia bertanya lagi, Ken Arok berdiri kemudian berkata, ”Aku tidak dapat terlalu lama berada di sini. Aku harus segera kembali berada dalam istana sebelum fajar.” Ki Arumpaka dan dua pimpinan kelompoknya dapat menerima alasan Ken Arok meski terpaksa. Ken Arok melangkah lebar meninggalkan mereka, lalu dalam sekejap ia melayang melewati dinding pekarangan, kemudian  berlari sangat cepat membelah ma-lam menuju istana Tumapel. Di sebuah tempat. Toh Kuning sangat cermat membuat perhitungan. Ia dapat membedakan langkah kaki empat orang yang berjalan menuju pintu. Dalam waktu itu  ada satu langkah kaki yang sangat ringan dan nyaris tidak dapat ditangkap oleh pendengarannya. Ia telah menduga orangnya. Maka, ketika pemilik langkah kaki yang sangat ringan itu sudah tidak terdengar jejak kakinya, seketika itu pula Toh Kuning melesat melebihi anak panah kembali ke tempatnya semula. Satu perhitungan yang tepat. Ken Arok adalah orang berkepandaian tinggi, namun ia tidak peduli dengan gemerisik ringan yang didengarnya jika ia tengah mengerahkan ilmu sejenisnya. Sehingga desir angin yang timbul karena gerakan Toh Kuning tidak dipedulikan olehnya. “Bagaimana, Toh Kuning?” Jerabang bertanya tidak sabar ketika mendapati Toh Kuning tiba-tiba telah berada di sebelahnya. “Kau harus menemukan kawan-kawan kita. Katakan pada mereka bahwa dalam satu pekan ini kita berkumpul di alun-alun Tumapel. Aku akan menunggu kalian di dekat pohon beringin putih,” jawab Toh Kuning. Ia menengadahkan wajah dengan mata terpejam rapat. Jerabang dapat memaklumi keadaan Toh Kuning yang telah dikenalnya dengan baik. “Tentu ada persoalan yang menguras pikirannya,” kata Jerabang dalam hatinya. “Ambil kudamu dan pergilah sekarang,” perintah Toh Kuning, ”patahkan sebatang ranting pohon turi dan letakkan di tambatan kuda. Ki Sunu akan mengerti jika salah satu dari kita telah pergi. Ia  mengenalku sangat baik.” “Baik, Ki Lurah!” tegas Pamekas menjawab. Toh Kuning tersenyum memandangnya. Lalu ia bertanya, ”Bukankah kita sedang menyamar?” “Tidak lagi, karena saya akan keluar dari Tumapel,” jawab Pamekas lalu ia minta diri untuk mencari dan menemukan kawan-kawannya yang tersebar di tempat-tempat yang telah direncanakan oleh Toh Kuning. Sepeninggal Pamekas, Toh Kuning pun segera mengerahkan ilmu meringankan tubuh lalu berlari cepat menuju pusat kota Tumapel. “Aku harus dapat menemui Ken Arok dalam satu atau dua hari ini,” tekad Toh Kuning dalam hati. Ia tanpa henti berlari cepat menyusuri ngarai, mendaki tanah yang berbukit-bukit dan sesekali melompati sungai yang tidak begitu lebar. Dua kaki Toh Kuning seakan tidak menyentuh tanah. Bila ada orang yang melihatnya maka tampaklah Toh Kuning seperti terbang di atas rerumputan.  (bersambung)      

Sumber: