Toh Kuning Benteng Terakhir Kertajaya – Jalur Banengan (1)

Toh Kuning Benteng Terakhir Kertajaya – Jalur Banengan (1)

“Ken Arok!“ seru Toh Kuning memanggil kawannya yang bertubuh ramping dengan otot padat berisi. Seperti tidak mendengar Toh Kuning yang memanggilnya, Ken Arok yang berlatih untuk memperkuat kedua lengannya masih berulang kali mengangkat tubuhnya dengan berpegang pada sebatang dahan yang kuat. Toh Kuning berjalan mendekatinya dan tegak berdiri di depan Ken Arok. Ia berkata pelan, ”Apakah kau telah mendengar kabar bahwa petang nanti saudagar kaya di pedukuhan ini segera tiba di rumah?” “Lalu?” tanya Ken Arok tanpa menghentikan latihannya. “Lalu ia membawa berkeping emas dan perak. Mahendra tidak mungkin pulang kembali dengan tangan hampa dan menuntun lembu serta kudanya kembali ke pedukuhan,” jawab Toh Kuning. Ken Arok melompat turun dengan mata berbinar. Sejenak ia melihat ke atas dan katanya, ”Matahari sedang tinggi. Apakah kita akan menghadangnya di Alas Kawitan?” Toh Kuning menganggukkan kepala. Lantas ia berkata, ”Upaya kita untuk mencegat setiap pedagang yang melewati jalur Arjuna mulai membuahkan hasil. Beberapa pedagang mulai beralih melewati Alas Kawitan.” Baca juga : Toh Kuning Benteng Terakhir Kertajaya - Jalur Banengan (1) Toh Kuning Benteng Terakhir Kertajaya - Jalur Banengan (2) Toh Kuning Benteng Terakhir Kertajaya - Jalur Banengan (3) Toh Kuning Benteng Terakhir Kertajaya - Jalur Banengan (4) Toh Kuning Benteng Terakhir Kertajaya - Jalur Banengan (5) Ken Arok kemudian duduk bersandar pada pohon ketapang. Ia menatap wajah Toh Kuning dengan rasa bangga lalu berkata, ”Sepertinya memang begitu. Lereng Arjuna yang dahulu ramai dilewati pedagang dan menjadi bagian perjalanan aman serta menyenangkan sekarang telah menjadi sepi.” Lantas ia diam sejenak. Kemudian katanya lagi, ”Meskipun Alas Kawitan bukan hutan yang lebat dan rapat, namun sebenarnya alas itu dapat memberi keuntungan besar bagi kita.” Toh Kuning memandangnya lalu tersenyum dan berkata, ”Jarak antar pohon dan tebing yang tidak terlalu curam memang memudahkan kita untuk berlari. Lagipula kita hanya membawa satu atau dua kantung uang emas dan perak.” “Dan karena itu pula kita harus mampu mengendalikan kelompok Ki Ranu Welang,” tandas Ken Arok sungguh-sungguh. Toh Kuning termenung kemudian. Ia mengingat dengan baik ketika mereka bekerja sama dengan kelompok Ki Ranu Welang. Ia menatap wajah Ken Arok lalu bertanya, ”Apakah kau benar-benar pulih sepenuhnya?” Ken Arok menjawab dengan anggukkan kepala. Sebenarnyalah Ken Arok danToh Kuning telah sering menganggu perjalanan banyak orang yang melintasi lereng Gunung Arjuna atau biasa disebut sebagai Jalur Banengan. Selain jalanan yang telah dipadatkan dengan bebatuan, para peronda dari keprajuritan Kediri sering melakukan kegiatan di sekitar jalur itu. Maka dengan begitu, para pedagang mendapatkan rasa aman meskipun mereka melintasi jalur itu pada malam hari. Sri Baginda Kertajaya memberi perhatian khusus pada perdagangan yang dilakukan di wilayah Kerajaan Kediri. Ia memerintahkan pendirian banyak gardu jaga di sepanjang jalur Arjuna. Gardu-gardu jaga dibangun dalam jarak yang dapat diperkirakan akan cepat dicapai dengan berkuda apabila ada masalah yang terjadi. Jaminan keamanan yang diberikan oleh Raja Kediri menarik minat pedagang dari luar Kediri untuk melakukan pertukaran barang antar daerah yang berjauhan. Namun jaminan keamanan itu mulai terusik dengan kehadiran Ken Arok dan Toh Kuning. Mereka adalah pemuda yang berusia dua puluhan atau lebih sedikit, dan sering kali menganggu perjalanan banyak pedagang yang melintasi jalur Banengan. Mereka tidak berbuat jahat dengan membunuh korbannya, namun berita mengenai perbuatan mereka berdua telah tersebar hingga kotaraja. Oleh sebab itu, mereka mendapat perhatian khusus dari kerajaan. Terutama hu-bungan mereka dengan dengan Ki Ranu Welang. (bersambung)

Sumber: