Pimpinan DPRD Surabaya: PR Eri Cahyadi Luruskan Penamaan Alun-Alun Surabaya

Pimpinan DPRD Surabaya: PR Eri Cahyadi Luruskan Penamaan Alun-Alun Surabaya

Surabaya, memorandum.co.id - Legislatif tegas tak setuju, bila kompleks bangunan yang dulu bernama Balai Pemuda kini beralih menjadi Alun-Alun Surabaya. Menurut Wakil Ketua DPRD Surabaya A Hermas Thony, gedung cagar budaya itu menyimpan sejarah yang panjang, sehingga menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi Wali Kota Eri Cahyadi untuk meluruskan. “Saya bertanya-tanya, pertimbangan dari mana sehingga saat itu dipakailah nama Alun-Alun Surabaya. Untuk itu, saya mendorong Wali Kota Eri Cahyadi untuk meluruskan, karena wali kota saat itu mendapat rekomendasi dari orang yang kurang tepat,” ucap Thony, Senin (17/1/2022). Thony bahkan sempat heran, sewaktu dia mendapati papan nama Alun-Alun Surabaya sudah terpasang di kompleks Balai Pemuda. Sebab awalnya dia mengira, rencana pemkot era Tri Rismaharini membuat Alun-Alun Surabaya ialah di seberang Balai Pemuda, yang status lahannya masih dalam sengketa. “Sewaktu mendapati nama alun-alun dipasang di situ, saya sempat gumun. Sampai pada saat berkendara saya refleks berhenti di depannya, dalam benak saya bertanya, yang mengusulkan nama Balai Pemuda berubah jadi Alun-Alun Surabaya itu dulu dukun dari mana, kok bisa sehebat itu merubah sejarah,” cetus dia. Politisi Gerindra ini menjelaskan, nama Balai Pemuda kali pertama disematkan sejak 1957. Namun jauh sebelum itu, kompleks gedung yang dibangun 1907 tersebut sempat dikuasai oleh para pemuda Surabaya, dipakai untuk berperang melawan penjajah. Geduang Balai Pemuda pernah menjadi markas pemuda arek-arek Suroboyo yang tergabung dalam Pemuda Republik Indonesia (PRI). Tempat untuk mengatur strategi dan konsolidasi, hingga terjadi pertempuran sengit dengan tentara Belanda pada tahun 1945. “Setelah merdeka, gedung Balai Pemuda kemudian pada 1980 dimanfaatkan untuk aktivitas kesenian. Karena itu, spirit perjuangan yang terkandung dalam gedung Balai Pemuda tidak boleh hilang, jangan sampai kemudian Pemkot Surabaya disebut ahistoris (berlawanan dengan sejarah, red),” tandas Thony. Sebelumnya, para pegiat sejarah, akademisi, praktisi, dan masyarakat umum yang tergabung di dalam Begandring Soerabaia menolak pemakaian nama Alun-Alun Surabaya lantaran dinilai mengaburkan sejarah Balai Pemuda. Sehingga para pegiat sejarah mendesak agar nama Alun-Alun Surabaya segera diganti. “Kembalikan saja ke nama Balai Pemuda. Perkara dalam kompleks tersebut ada fasilitas-fasilitas yang beragam, namanya nanti bisa disesuaikan dengan masing-masing fasilitas yang ada. Misalnya di kompleks Balai Pemuda ada fasilitas masjid, maka nama masjidnya bisa dituliskan ke sebuah papan nama. Jika ruang bawah tanah yang baru itu mau dikatakan sebagai alun-alun, maka di bagian ruang bawah tanah bisa diberi papan nama Alun-Alun Bawah Tanah,” cetus pemerhati cagar budaya Kuncarsono Prasetyo. Sementara itu, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Muhamad Fikser mengatakan, bahwa saat ini tupoksi dari kominfo bukan lagi semacam humas yang khusus melakukan konfirmasi seperti begini. “Jadi kominfo tidak seperti itu. Sebenarnya peran ada di komunikasi publik, komunikasi antar pimpinan namun seperti begini saya bantu komunikasikan dengan OPD terkait (pariwisata). Kalau kesulitan baru saya bangun komunikasi dengan pariwisata. Di WA pertanyaan itu, nanti saya WA Bu Wiwiek (Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olah Raga serta Pariwisata Wiwiek Widayati, red), dan hasilnya saya kirim ke njenengan,” ujar Fikser. Memorandum yang menanyakan hasil WA yang dikirim ke Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olah Raga serta Pariwisata Wiwiek Widayati , oleh Fikser dijelaskan belum dijawab. “Sudah saya WA tapi belum dibalas, sabar ya. Bu Wiwiek menjawab ini seperti apa, aku sendiri tidak bisa ngomong  karena belum tahu,” pungkas Fikser. (bin/fer)

Sumber: