Polisi Periksa 7 Korban Penipuan ASN Pemkot Surabaya
Surabaya, memorandum.co.id - Penyidik Unit Tipikor Satreskrim Polrestabes Surabaya memeriksa tujuh korban dugaan penipuan oleh oknum aparatur sipil negara (ASN) Pemkot Surabaya, Rabu (1/12). Selain itu, polisi juga memeriksa dokumen-dokumen yang mengarah ke dugaan-dugaan penipuan, seperti kuitansi dan surat-surat perjanjian. "Ada tujuh saksi (korban) yang saat ini diperiksa dan baru satu kuitansi pembayaran," kata Kasatreskrim Polrestabes Surabaya Kompol Mirzal Maulana. Dokumen-dokumen itu, kata Mirzal, masih didalami oleh penyidik. Karena dikawatirkan kasusnya masuk ke ranah perdata. "Intinya kami masih didalami," pungkas Mirzal. Seperti yang diberitakan sebelumnya, Satreskrim Polrestabes Surabaya telah menunjuk penyidik untuk melakukan penyelidikan terkait dugaan penipuan yang melibatkan oknum ASN Pemkot Surabaya. Untuk mengecek kebenarannya, polisi memangggil korban untuk mengetahui siapa saja yang terlibat dan berapa orang yang menjadi korbannya. Dari informasi yang diterima pihak kepolisian, laporan sekitar tanggal 10 Agustus dan baru dilaporkan 10 November 2021, terkait penipuan untuk menjadi ASN di lingkungan Pemkot Surabaya. Bahwa salah satu korban, FS didatangi oknum jajaran Pemkot Surabaya inisial TR dan menawarkan jabatan ASN di salah satu dinas dengan imbalan sekitar Rp 180 juta. "Setelah dikirim uang oleh korban, sampai saat ini belum jadi ASN sesuai yang dijanjikan oknum tersebut lalu lapor ke polrestabes," jelas Mirzal. Perlu diketahui, kasus ini bermula pada Juni lalu, pelaku TR menawarkan kepada Edo untuk bekerja sebagai ASN di lingkungan Pemkot Surabaya. TR sendiri tak lain adalah langganan ojek online mobil yang dijalankan oleh Edo. TR menawarkan jabatan ASN ke Edo dan teman-temannya diwajibkan membayar uang sebesar Rp150 juta per orang.Karena Edo sudah berusia 53 tahun dan akan memasuki usia pensiun, TR berdalih nantinya korban akan diterima sebagai mutasi ASN dari Jakarta ke Surabaya. Ia dan teman-temannya pun percaya karena dengan meyakinkan, TR menunjukkan foto-foto sebagai bukti kedekatannya dengan Kepala Badan Kepegawaian Daerah hingga orang di Kementerian Dalam Negeri. “Saya percaya karena di situ mencatut nama pimpinan BKD, menunjukkan kalau di belakangnya dia ada orang Mendagri, percakapan-percakapan ada semua,” kata Edo. Ia dan kedelapan temannya pun akhirnya percaya dan memberikan uang yang diminta oleh pelaku. Mereka lalu diminta untuk bekerja dari rumah (work from home/WFH) dengan melakukan absensi secara online setiap pukul 07.30 dan 17.00 WIB. Kesembilan korban pun sempat mendapatkan transfer gaji sebesar Rp4.700.000 per bulan. Gaji itu sempat ia terima selama tiga bulan, mulai bulan Agustus, September dan Oktober 2021. Hingga kemudian, Edo berinisiatif untuk mengecek pengirim gaji tersebut. “Setelah itu saya inisiatif mengecek transfer itu dari mana, Pemkot Surabaya atau perseorangan. Setelah saya cek ternyata perorangan dari oknum tersebut,” ujarnya. Setelah itu, Edo langsung mendatangi Pemkot Surabaya untuk mengonfirmasi kejadian yang ia alami. Dan ternyata, salah seorang pimpinan di Pemkot Surabaya menjelaskan bahwa rekrutmen tersebut tidak pernah terjadi. (rio)
Sumber: